Sejarah sesungguhnya tidak hanya dibangun di atas setumpuk cerita atau berita dari berbagai sumber.
Namun, juga muatan dari sumber tersebut. Karena ada jiwa zaman yang terekam dalam setiap sumber sejarah yang bisa kita lihat dalam ikatan kebudayaan dan ikatan waktunya.
Misalnya, ketika Mpu Prapanca mencatat tutup usianya seorang raja dengan istilah berpulang ke Siwabudhhaloka, jelas dia terikat dengan kebudayaan ketika wilayah hidupnya masih bercorak Hindu-Buddha.
Teori ikatan kebudayaan dan waktu ini, juga bisa kita gunakan untuk menilai lebih jauh keotentikan dan kevalidan berbagai sumber sejarah yang kita pelajari sebelumnya.
Pertama, keotentikan prasasti sebagai sumber primer.
Prasastk di zaman Majapahit, kebanyakan mencantumkan Sapata atau kutukan bagi pelanggar isi prasasti tersebut.
Baca Juga: Perusahaan Pinjol Ilegal di Tangerang Digrebek Polisi, Simak Kronologi Kejadiannya
Sapata sangatlah menakutkan bagi masyarakat pada zaman itu, sehingga kecil kemungkinan mereka berani memalsukan suatu prasasti.
Misalnya, prasasti Sima atau prasasti penetapan suatu daerah menjadi bebas pajak.