Ranggalawe Turun Langsung ke Medan Perang Melawan Nambi, Pasukan Majapahit Dipukul Mundur Sang Adipati

24 Oktober 2021, 10:20 WIB
Ranggalawe terjun langsung ke medan perang, terjadi duel sengit antara Ranggalawe vs Nambi. Tangkapan layar YouTube/@JagadMandala /

LAMONGAN TODAY - Memeriksa Kidung Ranggalawe, yang masih menggunakan Bahasa Jawa Pertengahan. Ternyata banyak ditemukan hal-hal menarik yang berbeda dengan apa yang diketahui selama ini.

Salah satunya, kita menjadi tahu bahwa ternyata Megha Lamat itu nama kuda tempur Ranggalawe, bukan nama keris seperti yang terlanjur dipopulerkan oleh sinetron atau sandiwara Radio.

Nampak jelas dicatatkan dalam Kidung Ranggalawe bahwa dia adalah wahana atau tunggangan yang berwarna putih sinandangan emas atau dilengkapi aksesoris emas.

Baca Juga: Jebolan UMM Abdul Musawir Yahya Pimpinan IMM, Tiga Aspek Jadi Sorotan

Dia bagai samar, seperti tidak menginjak bumi, yang menandakan bahwa Megha Lamat adalah kuda yang mampu bergerak dengan cepat.

Senjata utama yang digunakan Ranggalawe, justru tombak bubungkul emas yang ditatah sedemikian rupa dengan besi yang berkilat-kilat.

Selain catatan tentang kuda Megha Lamat tersebut, bagian lain dari Kidung Ranggalawe juga menyebutkan, bahwa Ranggalawe masih mempunyai kuda tempur lain bernama Nila Ambara.

Baca Juga: Rilis Perdana! Ini Link Nonton Drakor Jirisan Episode 1 Sub Indo, Ceritakan Misteri Gunung Jiri

Nila Ambara ini juga digunakan dalam pertempuran selanjutnya, karena Lawe ingin mengistirahatkan Megha Lamat.

Sementara itu, dalam kidung lain, yakni Kidung Panji Wijayakrama, Ranggalawe lagi-lagi masih mempunyai kuda tempur yang bernama Andawesi, yakni kuda yang digunakan dalam pertempurannya di masa meruntuhkan Dhaha, dan menjadi andalannya saat memungkasi nyawa Sagara Winotan, mantri Dhaha.

Dalam Panji Wijayakrama ini, Andawesi digambarkan kuda yang begitu mengerikan, karena dia juga menggigit layaknya singa.

Baca Juga: Air Rendaman Beras Alias Tajin Mujarab Obati Bagi Kesehatan: Ada Perlancar Pencernaan, Hingga Berenergi

Maka, dari dua naskah kuno tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa Ranggalawe memiliki kegemaran layaknya para jenderal atau pejabat sekarang yang suka mengoleksi kendaraan-kendaraan.

Jika sekarang, para pejabat banyak mengoleksi motor gede, maka di masa lalu, Ranggalawe mengoleksi kuda militer.

Selain itu, dari Kidung Ranggawe ini, didapatkan informasi bahwa ternyata Nambi dalam pertempurannya menggunakan kereta tempur.

Baca Juga: UMKM Dapat Kucuran Dana Rp515 Juta dari Angkasa Pura, Ini Rinciannya

Dia ternyata bersenjatakan panah dan beraksi layaknya sejumlah tokoh dalam Perang Bharatayuda, seperti Bisma, Arjuna, Durna dan lain sebagainya.

Tentu saja dalam aksinya, dia harus senyawa dengan kusir yang piawai mengendalikan kereta.

Di sisi lain, kusir sering menjadi kunci awal memungkasi sang pemanah.

Baca Juga: Diobral Kenalpot Sitaan Dijual Bebas di Pasar Online Seharga Rp1.234, Cek Faktanya

Kusir sering jadi sasaran, dalam Bharatayudha Bisma tak lagi dapat memanah dengan baik ketika kusirnya dirampungi terlebih dahulu, sehingga dia terpaksa menjauhi medan perang. Lalu bagaimana dengan kusir Nambi?

Prof. Dr. Slamet Mulyana dalam bukunya Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit, menuliskan bahwa Brahma Cikur adalah nama kuda Nambi.

Hal ini agaknya diikuti oleh sejumlah penulis artikel dan cerita fiksi sejarah, yang kebetulan banyak ditemukan di internet.

Baca Juga: Fakta Menarik Mohammed Bassim Ahmed Rashid Topskor Persib Bandung di BRI Liga 1, Pertama Bermain di Indonesia

Namun, dalam Kidung Ranggalawe, Brahma Cikur ternyata adalah nama kusir Nambi, bukan nama kuda, jadi dia manusia.

Hal yang menguatkan bahwa Brahma Cikur adalah nama orang, namanya terdapat dalam deretan orang-orang yang berjasa, di mana mereka sedang mengikuti penghadapan di depan Raja Majapahit.

Tentulah Brahma Cikur yang turut hadir di depan raja ini bukan kuda, tapi manusia.

Baca Juga: Gempa Hari Ini 23 Oktober 2021: Wilayah Ambarawa dan Salatiga Provinsi Jawa Tengah 12 Kali Diguncang Gempa

Ada bagian pula, di mana saat pertempuran sempat berdiri dari keretanya, menolah-noleh seakan gatal ingin turut membunuh musuh seperti Nambi. Tentu ini menunjukkan bahwa dia lagi-lagi manusia.

Di jugalah yang membunuh Tamenggita. Nama Cikur juga masuk ke dalam laporan yang diberikan kepada Wijaya di penagkilan, sebagai salah satu di antara nama para Mantri paduka Bhattara yang gugur di Medan Perang.

Dalam Kidung lain, yakni Kidung Sorandaka, terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa Nambi meninggalkan kereta, sehingga Brahma Cikur terpaksa menjadi tumbal.

Baca Juga: Hero Brody Hanya Dibuff Segini Saja Sudah Ramai Digunakan, Bisa Menyerang Tak Bisa Diserang

Maka, berdasarkan sumber-sumber di atas, disimpulkan bahwa Brahma Cikur bukan nama kuda, seperti yang dituliskan oleh Prof Dr Slamet Mulyana maupun keterangan yang dijumpai di internet.

Tapi nama orang, yakni kusir Nambi yang handal dan mampu mengendalikan kuda ke kiri dan ke kanan dengan baik, seperti yang dilaporkan Juru Pangalasan kepada Ranggalawe.

Nambi sibuk memanah di atas kereta, Brahma Cikur yang mengendalikan kuda-kuda kereta.

Baca Juga: Harga HP Oppo A54 Lengkap dengan Spesifikasinya, Layar Super dan Performa Ultra Efisien

Di atas kuda tempurnya yang terlatih, yakni Megha Lamat, suara Ranggalawe menggelegar bak petir di siang bolong.

Memberi semangat kepada pasukan yang belum terjun ke medan perang dan kini tergelar dihadapannya.

Kalimat-kalimatnya bak kobaran api yang diterjunkan ke alang-alang kering, membuat para prajurit tertantang untuk segera terjun ke medan perang.

Baca Juga: Mobil Plat RFS yang Ditunggangi Rachel Vennya Tuai Polemik, Polisi: Itu Kendaraan Jenis Dinas Pejabat

Setiap ucapan Ranggalawe disambut dengan sorak sorai membahana.

Panji dikibar-kibarkan, bertambah menggelegar jiwa mereka, mengetahui pertempuran akan dikomando langsung oleh pimpinan tertingginya sendiri.

Usai sang junjungan menyelesaikan orasinya, tangan Rangga Suranggana dan Demang Prahara yang menggenggam tombak pendek memberi aba-aba.

Baca Juga: Kabar Duka Selimuti Dunia Entertainment, Selamat Jalan untuk Selamanya Vicky Prasetyo, CEK FAKTANYA

Sebuah tanda agar tentara Datara mulai bergerak menuju garis depan.

Singkat cerita, garis depan Majapahit kini telah digantikan oleh pasukan yang dipimpin Rangga Prawangsa dan Brajasela di lapis berikutnya.

Benturan keras terjadi, karena seluruh tentara di kedua belah pihak sama-sama masih segar.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 23 Oktober 2021: Al Sadar Dirinya Selalu Diintai Paman Andin, Irvan Bos Dalang Teror

Rangga Prawangsa kewalahan menahan gempuran pasukan Rangga Suranggana yang begitu membabi buta ingin menebus kekalahan pada serangan sebelumnya.

Tak ingin pasukan Prawangsa mundur terlalu jauh, Brajasela memerintahkan pasukannya menggantikan posisi lapis pertama.

Dia langsung menuju ke arah Suranggana dan lantas menyerangnya bertubi-tubi seperti batu dituruni hujan.

Baca Juga: Nama Haji Isam Crazy Rich Kalsel Mendadak Viral usai Perusahaannya Diresmikan Jokowi, Ini Sumber Kekayaannya

Suranggana pecah konsentrasinya antara memberi perintah pada pasukan dan menghadapi serangan Brajasela.

Suatu kali di tengah lengah, lehernya tertebas, hingga kepalanya menggelinding di tanah, Suranggana gugur seketika.

Posisi mundur Prawangsa diketahui oleh Demang Prahara. Dari sisi berbeda, dikejarnya perwira Majapahit itu meski belum sempat menghela nafas dengan lega.

Baca Juga: Partai Demokrat Merangsek Posisi Tiga Besar, Kudeta Deli Serdang Ikut Membantu

Pelan-pelan Datara mulai menunjukkan taringnya. Para perwira Majapahit berguguran.

Arya Sapu Jagad berhasil menewaskan Dangdi.

Demikian pula Sawunggaling yang gugur di tangan Langlangbuwana.

Baca Juga: Mengenal Prosesi Ritual Sudhi Wadani Hindu yang Dilakukan Sukmawati Soekarnoputri, Syarat Stor Pas Photo

Mahisa Ampal diremuk oleh Tumenggung Wyagranggarit.

Adu keris, pedang dan tombak diiringi sliweran panah dan lontaran senjata yang mampu mengeluarkan api, membuat perang makin brutal.

Kedua pihak kadang maju, kadang mundur. Demikian terus-menerus hingga medan perang memerah bercampur debu yang memedihkan mata.

Baca Juga: Termasuk Murtad, Musyrik dan Munafik, Ini Daftar Penghuni Kekal Neraka

Kibaran panji-panji atau bendera yang menjadi sebuah tanda, tidak lagi jelas dilihat di kejauhan, hilang dari pandangan.

Semakin lama, perlawanan orang-orang Majapahit semakin ceroboh, hingga teman sendiri kadang tak sengaja terbabat senjata.

Dari kejauhan, Anapak Bhaya melihat posisi Nambi, segera dihela kuda tunggagannya untuk mendekat, namun Sodong memapaknya dengan senjata.

Baca Juga: Link Streaming Boruto: Naruto Next Generation Episode 221 di iQIYI, Lengkap dengan Spoilernya

Karena pandangannya sepenuhnya terarah pada Nambi, Anapak Bhaya lengah, sehingga senjata Sodong mengenai dada dan tembus seketika. Anapak Bhaya pun gugur.

Jaga Rudita dan pasukannya mengamuk membalas dendam hingga tentara Majapahit mundur mendekati Sungai Tambak Beras.

Demang Dadaha mencegat Jaga Rudita sebelum gerakannya semakin maju.

Baca Juga: Berikut Link Streaming One Piece Episode 996 Sub Indonesia di iQIYI, Kaido Eksekusi Momonosuke

Mengetahui yang mencegatnya adalah mantri tua, Jaga Rudita tertawa terbahak-bahak.

Dimintanya Demang Dadaha pulang segera daripada mati di tempat itu.

Jika tidak, sebaiknya segera menyediakan kepalanya untuk dipenggal.

Baca Juga: Lokasi Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Diduga Di Brondong Lamongan, Arkeolog: Menang Kapal Karam Tahun 1936

Dadaha tidak menyahut, sementara tombaknya seketika ditujukan pada Jaga Rudita.

Jaga Rudita tidak mampu berkelit, tombak itu tertancap di raganya dan jatuh terguling-guling. Jaga Rudita gugur di pihak Datara.

Di sisi lain, terlihat sejumlah prajurit Datara mengepung kereta Nambi, namun Nambi terus menghambur-hamburkan anak panah, sehingga mereka banyak yang gugur dan pelan-pelan mundur.

Belakangan, polah Nambi terpantau dari jauh oleh Ranggalawe.

Baca Juga: Tak Hanya Satu Pihak Bantu Rachel Vennya Kabur, Ini Daftar Oknumnya

Sang Adipati, segera menghela kudanya mendekat, sementara para prajurit segera memberinya jalan.

Dalam jarak aman, keduanya saling berhadapan. Dikatakannya kepada Nambi agar dia segera membunuhnya jika tetap ingin jadi Patih di Majapahit.

Sebab, jika tidak, justru Nambilah yang kepalanya akan dilepas dari wadah dan dijadikan injakan orang-orang Tuban.

Baca Juga: Nitizen Kritik dan Hujat Bikin Kebal: Ayu Ting Ting: Jarang Dipikirkan, Sudah Keseringan

Nambi menjawab, bahwa Ranggalawe jenis orang yang terlalu banyak omong. Sebaiknya mereka saling serang untuk mengetahui siapa yang lebih unggul.

Segera, Brahma Cikur, kusir Nambi langsung menghela kudanya memutar menyerupai lingkaran.

Dalam pusaran itu, keduanya saling serang dan memberikan tipuan dalam waktu yang cukup lama.

Baca Juga: Pelat Nomor Kendaraan Rachel Vennya Tuai Polemik, Polisi Siapkan Sanksi Tilang

Pelan-pelan mulai disadari Ranggalawe, kunci serangan lawan ternyata terletak pada Brahma Cikur.

Tangannya yang begitu lincah mengendalikan kuda-kuda penarik kereta, membuat Nambi selalu lolos dari serangan tombak tajamnya.

Maka Ranggalawe segera membagi fokus serangannya, ke arah Nambi sekaligus ke arah Brahma Cikur.

Baca Juga: Giacomo Casanova: Penjahat Kelamin Paling Legendaris Dunia, Hamili Anak Sendiri dan Bawa Kabur Banyak Wanita

Setelah sekian lama menunggu peluang, tiba saat di mana Megha Lamat dapat dihela secepat angin.

Lawe melompat dari punggung Megha Lamat menuju kereta Nambi, seperti dahulu dia lakukan juga pada Sagara Winotan.

Nambi diserang dengan tombak, sementara Brahma Cikur diserang dengan keris.

Baca Juga: Prediksi Skor Athletic Bilbao vs Villarreal di La Liga Spanyol 24 Oktober 2021, Lengkap dengan Informasi Tim

Nambi berhasil menghindar dengan cara melompat ke luar kereta.

Sementara Brahma Cikur yang konsentrasinya terarah pada kendali kuda, justru tak menyadarinya.

Pandangan Brahma Cikur mulai memudar. Kusir veteran perang Dhaha dan Patatar itu gugur di atas kereta.

Baca Juga: Sule Dikabarkan Meninggal Akibat Kecelakaan Mobil? Ini Faktanya!

Melihat Ranggalawe membunuh Brahma Cikur, hilang sudah nyali Nambi.

Dia tak mungkin melanjutkan pertempuran tanpa kusir yang handal. Nambi tak meneruskan pertarungannya.

Dia memilih menurunkan perintah mundur dan lari menyelamatkan diri di antara pasukannya.

Baca Juga: Tayang di Indosiar Hari Ini Jumat 22 Oktober 2021, BRI Liga 1: Persija Jakarta vs Madura United, Persib vs PSS

Kepanikan segera merebak, seluruh pasukan Majapahit tunggang-langgang, saling mendahului menyeberangi Sungai Tambak Beras.

Tidak sedikit di antara prajurit itu membuang senjata, panah atau apa saja, agar bisa lari lebih cepat di dalam air.

Jeritan terdengar di mana-mana, karena prajurit Datara tak membiarkan musuh lari dengan mudah.

Baca Juga: Menelaah Durga Ra Nini: Bidadari dan Iblis Asli Indonesia, dari India hingga Candi-candi Nusantara

Prajurit Datara membalas kematian kawan-kawannya yang telah menyerah namun, tetap saja dihukum mati oleh Majapahit.

Satu-satunya perwira Majapahit yang masih tertinggal di belakang adalah Hangsa Terik.

Ketika dia berenang menyeberangi sungai, Gagarangan Tambak Baya membuntutinya.

Baca Juga: Rachel Vennya Gunakan Mobil Vellfire Plat RFS, Masuk Kategori Milik Pejabat Publik? Ini Kata Polisi

Saat sudah dirasa dalam jangkauan, Hansa Terik ditusuk berkali-kali hingga terluka.

Meski demikian, Hangsa Terik mampu berenang lebih cepat ke seberang.

Dia terselamatkan karena di antara pasukan Majapahit ada yang melindungi pelariannya menggunakan panah.

Baca Juga: Sinopsis Film Zathura Tayang di Movie Trans7: Sebuah Permainan Papan yang Menjadi Kejadian Nyata

Sehingga, Gagarangan Tambak Baya membiarkannya lolos.

Melihat kemenangan yang gemilang, Ranggalawe terpancing untuk mengerahkan pasukannya mengikuti musuh menyeberangi Sungai Tambak Beras.

Namun, para mantrinya meminta Lawe untuk memikirkan kembali keinginan itu. Sebab hari sudah mulai petang.

Baca Juga: Jadwal Acara TV di SCTV Jumat 22 Oktober 2021: Ada UEFA Europa League Napoli vs Legia Warsawa

Ketimbang mengejar musuh, sebaiknya waktu digunakan untuk mempersiapkan kembali segalanya.

Apalagi sudah terlihat di medan perang, bahwa para mantri dan perwira terkemuka Majapahit belum sepenuhnya turun ke lapangan.

Lebih baik, waktu digunakan untuk mendiskusikan strategi baru dan beristirahat.

Baca Juga: Sinopsis Film Mendadak Kaya: Bawa Kabur Uang Miliaran Rupiah, 3 Sekawan Ini dalam Bahaya

Juga, untuk menemukan kembali para pengungsi yang bersembunyi dan memberikan tempat tinggal sementara untuk mereka.

Ranggalawe menerima saran ini. Para prajurit Datara, kemudian segera ditarik mundur untuk beristirahat di baraknya masing-masing.

Gelisah, Sang Nata ingin segera mendengar penjelasan. Maka berkumpullah segera para pandita di Tangkilan.

Baca Juga: Di Festival Drama Internasional Tahun Seluruh Dunia, Amanda Manopo Sabet Gelar Asian Star Prize

Pamandana, Wagal, Singhasardula, Sorandaka atau yang biasa disebut Lembu Sora, Kebo Anabrang, Setan Kobar, Modang, Kala Gumarang, Terung, Gagak Mohi, Ra Jalak, Mayang Mekar, Kanuruhan Pandelegan, Kebo Lalate, Ngabehi Jagawastra dan masih banyak lagi.

Kepada Sora, Sang Nata bertanya bagaimana kabar Nambi.

Setelah menghatur sembah, Sora melaporkan apa yang diketahui di Tambak Beras.

Baca Juga: Bikin Kabar Hoax Kebangetan, Dalam Keadaan Hamil Tua, Lesti Kejora Dilantik Jadi Bupati Cianjur

Arya Siddhi, Kalabang Curing, Muringgang, Tosan dan prajurit mbalelo yang ada di bawah kendali mereka telah gugur.

Itu menandakan, Nambi telah menyelesaikan masalah dengan baik.

Belum selesai sora memberikan laporannya, secara tiba-tiba keadaan menjadi riuh ramai.

Baca Juga: Squid Game Masuk Nominasi Penghargaan Tahunan Amerika Serikat, Langsung Dua Kategori

Ketika seseorang dalam usungan digotong mendekat dalam keadaan luka parah.

Kagetlah Sang Nata, melihat yang digotong itu adalah Hangsa Terik.

Hangsa Terik mengatakan bahwa dirinya sungguh tidak berguna menjadi abdi Majapahit.

Baca Juga: Soal Kabur Karantina, Satgas: Tak Ada Toleransi Sama Sekali, Hukum Pidana 1 Tahun atau Denda Rp100 Juta

Tiap saat hanya mendapatkan pemberian dari paduka, namun tidak dapat memberikan imbal balik. Jadi untuk apa dia hidup?

Dilaporkannya, bahwa para mantri Paduka Battara telah gugur dan terluka parah.

Di antaranya badalah Rangga Prawangsa, Wiro, Dangdi, Mendang, Kebo Ampal, Sawunggaling, Braja Sela dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Malang, BMKG: Akibat Aktivitas Zona Subduksi

Sementara dirinya terluka oleh Gagarangan Tambak Baya atau Tambak Misti. Belum diketahui Nambi ada di mana.

Yang pasti, kereta tempurnya telah dikuasai Ranggalawe. Brahma Cikur juga telah gugur di atas kereta.

Malulah Sang Nata, wajahnya memerah, tangannya bergetar.

Baca Juga: Hasil Liga 2: Belum Terkalahkan! Sriwijaya FC Kembali dapat Poin Penuh Tumbangkan KS Tiga Naga 2-0

Bukan hanya sang Nata, namun seluruh mantri dan semua pejabat yang hadir. Mereka tidak terima atas kekalahan yang dihadapi.

Dengan rasa marah, Sang Nata meminta agar para mantri segera bersiap. Dirinya akan memimpin langsung peperangan. Membereskan masalah hanya dalam tempo satu hari.

Mendengar ini, Anabrang mencegahnya. Biar dia sendiri dulu yang menyelesaikannya. Sementara Sang Nata, cukup menyaksikan dari jauh.

Baca Juga: Lolita Hero Terlupakan Season Ini di Mobile Legends, Padahal Counter Mutlak Change dan Granger

Ucapan Anabrang disambut gegap gempita semua yang hadir. Masing-masing mengajukan diri ke medan perang lebih dulu dengan nada marah.

Semua berani menyerahkan jiwa raga demi membalas kebaikan Sang Nata.

Tangkilan makin memanas, dipenuhi kemarahan yang meledak-ledak dalam dada siapapun yang hadir.

Baca Juga: Polisi Bakal Gelar Perkara Kasus Kabur Karantina Rachel Vennya

Karenanya, Sighasardula Kemudian menyembah dan berkata dengan bahasa yang lebih halus. Meminta agar semuanya bertindak dengan lebih tenang, dan lebih menggunakan pikirannya daripada nafsu.

Jika tidak, maka akan seperti membunuh kalajengking namun terhantam ekornya. Dengan demikian, capit dan ekornya tetap perlu diwaspadai.

Jika sudah berhitung dengan cermat, barulah bisa bergerak dengan strategi yang matang.

Baca Juga: Ron's Gone Wrong Segera Hadir di Bioskop Indonesia, Raline Shah: Pastinya Menghibur Penonton Segala Usia

Yang paling utama sekarang adalah menemukan dan mengumpulkan para prajurit yang tercerai berai.

Mereka yang tidak berani pulang karena dianggap gagal dalam tugas. Tentara Majapahit dalam gelombang pertama harus disatukan kembali.

Sang Nata terdiam mendengar usul Singhasardula, rupanya usul ini didukung oleh Pamandana. Dia mengkuatirkan, jika Majapahit buru-buru melakukan serangan, yang diserang justru teman sendiri.

Baca Juga: Polemik Partai Demokat Dinilai Rusak Demokrasi, Ini Sebabnya

Khususnya, mereka-mereka yang masih tertinggal di lapangan.

Pad akhirnya, Sang Nata menyetujui saran yang diberikan.

Diutusnya Kala Ngerak, Setan Kobar, Buta Angasak dan Juru Prakosa untuk berangkat lebih dahulu malam itu. Mengumpulkan kembali kesatuan-kesatuan Majapahit yang tercerai-berai, dan juga mengamati pergerakan musuh dengan lebih cermat.

Baca Juga: Perpanjang Izin HGU, Bupati Kuansing Diduga Terima Suap Rp700 Juta dari PT Adimulia Agrolestari

800 tentara akan ikut serta di bawah kendali mereka.

Sang Nata kemudian memanggil seorang abdi. Dimintanya untuk mempersiapkan berbagai perlengkapan tempur pribadinya, termasuk karambalangan emas yang akan dikenakannya. Selepas itu, pertemuan dibubarkan.

Semua pulang untuk mempersiapkan segalanya dalam pertempuran.

Baca Juga: Sinopsis Film 'Halloween Kills' Lengkap dengan Daftar Pemain, Kembalinya Michael Myers Sang Peneror

Esok harinya, sejumlah tanda panggil pasukan mulai berbunyi di sudut-sudut kota. Tetabuhan makin lama makin bising.

Puncaknya ketika Basanta memukul kentongan bertalu-talu dengan suara yang penuh wibawa.

Kuda-kuda dengan lara perwira di atasnya mulai berdatangan. Disusul kemudian para prajurit lengkap dengan persenjataan tempurnya, mulai berbondong-bondong keluar dari berbagai markas tentara, memenuhi jalan-jalan hingga penuh sesak.

Baca Juga: Sinopsis Film 'The Medium': Film Horor Thailand Hasil Kolaborasi dengan Sutradara Asal Korea Selatan

Sementara itu, di luar istana terlihat Lembu Sora, Kebo Anabrang, Gagak Sarkara dan Mayang Mekar, siap menyambut Sang Nata Sri Wijaya bagai matahari yang bersiap memancarkan sinarnya.***

Editor: Achmad Ronggo

Sumber: YouTube/@JagadMandala

Tags

Terkini

Terpopuler