Ranggalawe Gugat: Perang Kedua Semakin Seram, Ternyata Pihak Ini yang Menang antara Majapahit vs Tuban

15 Oktober 2021, 09:08 WIB
Ranggalawe Gugat: Majapahit vs Tuban /YouTube/@jagadmandala

LAMONGAN TODAY - Sebelumnya, Ranggalawe menggendong anaknya, Kuda Anjampiani, ketika sedang menangis.

Untuk menenangkan, Ranggalawe memberi janji yang sebenarnya untuk menghibur saja, yakni ayahnya itu hanya akan pergi sebentar saja menghadap raja ke Majapahit dan ketika pulang akan membawakan mainan kereta kencana, lengkap dengan Kuda Sambraninya.

Lanjut kisah menjelang pertempuran. Telah disepakati, formasi yang akan digunakan adalah buaya dengan mulut menganga, di mana puncak pimpinannya dipegang oleh Gagarangan Tambakbaya.

Baca Juga: Sempat Dikabarkan KDRT hingga Ingin Bercerai, Dhena Devanka dan Jonathan Frizzy Heboh Main Bareng Anak

Setelah para perwira mengetahui posisi tempurnya masing-masing, rapat pun dibubarkan untuk langsung mengatur barisan.

Namun baru saja rapat selesai, tiba-tiba saja sosok yang dihormati Ranggalawe selain ayahnya menyeruak di tengah kerumunan, sehingga keadaan yang ramai mendadak senyap.

Pertanda bahwa aura dan kharisma sosok yang baru saja hadir itu sungguh luar biasa.

Baca Juga: Prestasi dan Profil Daniel Marthin yang Dipasangkan dengan Mohammad Ahsan Gantikan Hendra Setiawan

Tidak ada satu pun orang Tuban yang tidak mengenal sesepuh itu. Dia adalah Kiai Gending Pelandongan, Mertua dari sang Adipati.

Tujuannya tidak lain untuk menghentikan Ranggalawe. Dengan berbagai cara, Kiai Gending Pelandongan berusaha keras meminta Ranggalawe mengurungkan niatnya.

Mengingatkan dengan bijak, bahwa akan banyak dampak yang terjadi di kedua belah pihak jika Lawe tetap menjalankan niatnya.

Baca Juga: Piala Thomas: Shesar Hiren Rhustavito Menangkan Partai Penentu, Bawa Indonesia Unggul 3-2 dari Taiwan

Akan banhak orang tidak bisa kembali kepada keluarga tercintanya.

Mendengar kata-kata mertuanya itu, Ranggalawe hanya diam, menunduk sedih teringat pada keluarganya, juga keluarga para prajuritnya.

Ketika dirasakan air matanya pelan-pelan mulai mengambang, Ranggalawe segera mengangguk.

Baca Juga: Aksi Bejat Kakek Terhadap Anak 6 Tahun Hampir Diamuk Massa, Polisi Lakukan Ini

Bukan setuju menuruti saran mertuanya itu, namun memberi hormat terakhir kalinya.

Terkejut Kiai Ageng Pelandongan mengetahui Lawe justru menghentak kudanya pergi. Nasehatnya tidak berguna, sang menantu rupanya telah membulatkan tekadnya menuntut pertanggungjawaban Nambi dan Majapahit.

Di sisi lain, Nambi telah merasa terlanjur basah. Tentara pembangkang dari kesatuan Datara yang dimintanya menyerah, ternyata justru melakukan perlawanan habis-habisan.

Baca Juga: Mengenal Trigeminal Neuralagia, Nyeri Wajah Sebelah yang Akibatkan Pasien Bunuh Diri

Maka, mau tidak mau, mereka harus ditumpas saat itu juga di tepi sungai Tambak Beras.

Apapun alasannya, Ranggalawe pasti tidak akan terima pasukan asal kadipatennya itu ludes seluruhnya.

Dia pasti akan meminta pertanggungjawabannya, dan jika dirinya tidak bisa bertanggungjawab, selanjutnya Ranggalawe pasti akan menuntut langsung pada Sang Prabu.

Baca Juga: Rachel Vennya Kabur Sebelum Selesai Karantin Pascapulang dari AS, Menkes Buka Suara: Egois

Maka daripada menunggu dengan hasil yang akhirnya sama saja, lebih baik menjemput dengan segera agar masalah cepat selesai.

Ketika Sungai Tambakberas surut hingga batas laut, seluruh tentara Majapahit langsung dikerahkan untuk menyeberang. Bergerak memasuki Kadipaten Datara, untuk mencapai ibu kotanya Tuban.

Bak gelombang laut tak terbendung, barisan pasukan Majapahit tak terbendung memasuki pusat kota.

Baca Juga: Pinjol Ancam Sebar Konten Porno, Polisi: Bikin Stress Korban

Sepanjang perjalanan dari Sungai Tambakberas, mereka tidak pernah mendapatkan perlawanan yang berarti. Menggulung pos-pos kecil tentara Datara yang dilalui.

Para pasukan pemanah Datara yang sengaja bersembunyi untuk menghambat pergerakan tentara Majapahit, berkali-kali diketahui letak persembunyiannya dan dilumpuhkan oleh pemanah pasukan Majapahit.

Jaran Wahan berada di barisan paling depan, memimpin infanteri, sekaligus melindungi pasukan berkuda dan kereta-kereta tempur.

Baca Juga: Titi Kamal Tiba-tiba Galau, Ini Penyebabnya

Mereka juga yang membersihkan segala rintangan yang sengaja dipasang oleh rakyat Tuban.

Namun, langkah mereka mulai terhenti ketika tapal batas ibu kota mulai terlihat dari kejauhan.

Debu-debu beterbangan ketika formasi tempur tentara Datara bergerak dengan cepat menyambut kedatangan mereka.

Baca Juga: Tak Hanya NOAH, Ini Daftar Pesohor yang Tampil di Penutupan PON XX Papua

Mau tidak mau, perintah membuat formasi pertahanan diturunkan dan sejumlah perwira Majapahit mulai berpindah ke garis depan, memimpin pasukannya menahan gempuran besar yang akan datang.

Di bawah komando Rangga Dadali, formasi buaya dengan mulut menganga, menghantam barisan pertahanan Majapahit yang dipimpin oleh Gingsir.

Sejumlah pasukan Majapahit yang tak kuat menahan perisainya terlibat pertarungan dan menjadi sasaran empuk pasukan Rangga Dadali.

Baca Juga: TI 10 Resmi Diselenggarakan dengan Jumlah Prize Pool Fantastis, Melejit dari Kejuaraan Sebelumnya

Baris depan Majapahit bak pintu besi yang digedor-gedor kayu gelondongan, semakin kuat gedorannya seakin lemah penahannya.

Gingsir segera mengambil tindakan sebelum pertahanan mereka jebol. Kali ini tidak hanya bertahan, tapi sekaligus menyerang balik.

Setelah beberapa saat, mulai nampaklah kehandalan Gingsir dan pasukan Majapahit, mereka semakin menekan Datara.

Baca Juga: Baim Wong Dianggap Kasar dan Tidak Sopan terhadap Kakek Suhud, Dedi Mulyadi: Maksudnya Baik Caranya Salah

Kesatuan Rangga Dadali yang bertujuan memporak-porandakan lawan, mulai terlihat sia-sia. Posisi garis depan Majapahit terlihat sangat kuat untuk dijebol.

Selangkah demi selangkah, mereka justru terdesak. Dalam sebuah pertarungan, Rangga Dadali bahkan terluka parah.

Jaran Pikatan yang memimpin di lapisan kedua, segera menggantikan posisi Rangga Dadali, pasukannya yang masih segar, diperintahkan untuk maju ke depan membantu pasukan Rangga Dadali.

Baca Juga: Jadwal Siaran Babak Perempat Final Uber Cup antara Indonesia vs Thailand, 14 Oktober 2021, Klik di Sini

Akibatnya, ganti Gingsir yang terpukul mundur. Di bawah komando Jaran Pikatan, barisan pertahanan Majapahit jebol sedikit demi sedikit.

Mereka berguguran diterjang serangan tak terbendung. Jaran Pikatan terus memundurkan lawan jauh sebelum Ra Wiro dan pasukannya menggantikan posisi Gingsir.

Ra Wiro tidak ingin musuh semakin mempermalukan Majapahit, namun Jaran Pikatan dan pasukannya terlampau sulit untuk ditahan.

Baca Juga: Dapat Banyak Kecaman, Polisi Minta Maaf Usai 'Smackdown' Mahasiswa di Tangerang

Dalam duelnya dengan Jaran Pikatan, Ra Wiro tumbang dan terluka cukup parah. Belum sempat keluar dari pertempuran, tanpa belas kasihan, kepala Ra Wiro dipenggal.

Mendengar kabar kematian Ra Wiro di garis depan secara mengenaskan, para mantri Majapahit sangat marah, namun tidak bisa begitu saja membalas.

Apalagi, tentara Datara semakin lama, semakin mendekat ke sejumlah posisi kunci.

Baca Juga: Indonesia Targetkan Bebas Malaria pada 2030, Peneliti BRIN: Program Pengendalian Malaria Harus Terintegrasi

Jaran Wahan berhasil dikepung para prajurit Jaran Pikatan. Belum sempat melawan, dia justru tersambar panah sampai terjatuh dari kuda.

Melihat junjungannya terluka, para prajurit pengawalnya segera menjebol kepungan dan melarikan pemimpinnya itu dari medan perang untuk mendapat pengobatan.

Kosongnya pimpinan di garis depan Majapahit, membuat tentara Majapahit bertempur sangat ngawur.

Baca Juga: Cegah Anarkisme Hukum, Demokrat Mentahkan Uji Materiil Yusril dengan Serahkan Bukti ke Kemenkumham

Setapak demi setapak, Majapahit mulai mundur teratur, tidak mampu menghadapi strategi tempur buaya dengan mulut menganga.

Selepas di desak Jaran Pikatan, Gingsir dan kesatuannya dikerahkan untuk memperkuat pasukan yang dipimpin Nambi.

Komposisi gabungan ini membuat pasukan Majapahit menjadi begitu perkasa. Mereka menebus kekalahan di lapis pertama dengan membuat tentara Datara balik kewalahan.

Baca Juga: Hasil Thomas Cup Indonesia vs Taipei: Ginting Menang dari Chou Tien Chen, Fajar/Rian Tampil Gemilang

Ratusan prajurit gugur tumpang tindih, tidak mampu menahan amukan pasukan gabungan tersebut.

Keadaan ini membuat Tamenggita yang berada di sisi kanan, terpaksa menggeser pasukannya untuk mendekati pasukan pelindung kepala, yang berada di bawah pimpinan Wiraksara.

Wiraksara dan Tamenggita kemudian mengambil strategi yang sama, yakni menggabungkan pasukan untuk mendukung pasukan Jaran Pikatan.

Baca Juga: Big Match! Jadwal Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Amerika Selatan: Argentina vs Peru dan Brazil vs Uruguay

Meski demikian, harus diakui bahwa Nambi orang yang cukup ahli dalam pertempuran. Layaknya Arjuna, panahnya berkali-kali memakan korban.

Bahkan setelah mengetahui adanya pasukan tambahan yang menyerang kedudukannya, Nambi langsung membidik pemimpinnya.

Belum sempat terlalu jauh terlibat dalam pertempuran, Wiraksara gugur setelah dadanya jebol ditembus panah Nambi.

Baca Juga: Sinopsis Film Mortdecai, Seorang Seniman sekaligus Penipu Ulung dalam Bahaya usai Tipu Gangster Hong Kong

Mengetahui Wiraksara gugur, Tamenggita menggila, dia membabat kesana-kemari membuat merinding bulu kuduk infanteri yang melindungi kereta Nambi.

Sejumlah prajurit gugur akibat amukan ini. Pelan tapi pasti, Tamenggita semakin mendekat ke posisi Nambi.

Namun Nambi tak mungkin membiarkan musuhnya itu di posisi paling dekat.

Baca Juga: Hasil NBA Preseason 2021: La Lakers Tumbang dari Golden State Warriors dengan skor 111-99

Tamenggita roboh dari kudanya usai panah Nambi mengenai tubuhnya.

Kusir Nambi yang sudah gatal ingin membunuh lawan, segera melemparkan salah satu tali kendalinya dan menjerat kaki Tamenggita lalu membunuhnya.

Semangat tentara Majapahit bangkit, sehingga usaha Jaran Pikatan untuk mendorong musuh ke belakang mulai terganjal.

Baca Juga: Lee Donghae Super Junior dan Jeno NCT Rilis 'California Love', Disiarkan Langsung Melalui YouTube

Pasukan Tumenggung Jiwaraga diperintahkan untuk menyerang dengan kekuatan penuh ke depan oleh Nambi.

Jaran Pikatan tidak mampu mengomandoi tiga kesatuan sekaligus, apalagi setelah dia terluka parah dalam pertarungannya dengan Tumenggung Jiwaraga.

Dalam keadaan tidak berdaya, satu-satunya yang dapat dilakukan adalah memerintahkan pasukannya mundur seluruhnya.

Baca Juga: Awas Kaget! 5 Fakta Mencengangkan di Thailand, Salah Satunya Sulit Bedakan Ladyboy dengan Perempuan Asli

Bersama dengan itu pula, anak panah berhamburan di udara memberondong pasukan Jaran Pikatan yang membuat mereka semakin berguguran, sementara sisanya lari pontang-panting ke berbagai arah.

Pelan-pelan debu yang beterbangan memudar, menciptakan pemandangan yang mengerikan bagi siapapun.

Jenazah bergelimpangan bagai nyawa tidak ada harganya.

Baca Juga: BMKG: Ada Potensi Gempa Besar Berdampak Tsunami, Ini Daftar Daerah Rawan Jatim, Ada Tulungagung, Pacitan

Jauh di garis belakang, seorang juru pengalasan tergupuh-gupuh mendatangi barak Ranggalawe, setelah menghatur sembah, dengan takut dilaporkannya situasi terakhir di medan tempur pada Sang Adipati.

Meski korban di kedua belah pihak sudah cukup banyak, namun Majapahit belum bisa didorong kembali ke seberang Tambakberas.

Formasi buaya dengan mulut menganga telah gagal. Seluruh prajurit diperintahkan mundur dan kembali ke garis pertahanan.

Baca Juga: Haters Ayu Ting Ting Siap-Siap Dipanggil Polda, Segera Merapat ya!

Ranggalawe terdiam mendengar laporan yang demikian. Keheranan, dia cukup tahu kehandalan para pemimpin pasukan yang dikerahkannya dalam penyerangan pertama.

Sudah pasti, saat itu Majapahit dipimpin oleh seorang petempur yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

Sang Adipati pun bertanya, Majapahit sedang berada di bawah komando siapa? Dan menggunakan ciri apa? Agar mudah ditemukan di lapangan.

Baca Juga: Daftar Gejala Stroke Wajib Diperhatikan, Ada Pusing, Sulit Berfikir, Hingga Sesak Nafas

Juru pangalasan mengatakan, bahwa bala tentara Majapahit saat itu dipimpin oleh Nambi.

Kereta kunjng gadingnya mengenakan payung hijau yang ujungnya emas. Bersenjatakan panah yang tinatah emas.

Kusir kereta kudanya hebat mengendalikan kuda, sehingga mampu bergerak kekiri dan kekanan dengan begitu lincah.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 13 Oktober 2021: Aldebaran Marah, Iqbal Jebak dan Sekap Mama Rosa

Akibatnya, panah-panah Nambi selalu memakan korban.

Setelah Jaran Wahan terluka, Nambi sendirilah yang memberi perintah, inilah yang menyebabkan semangat tempur tentara Majapahit terus bergelora dan barisan penggempur menjadi bubrah tidak karuan.

Ranggalawe tersenyum sinis, menyadari orang yang menjadi sasarannya ternyata turun langsung ke medan perang.

Baca Juga: Profil Shesar Hiren Rhustavito, Atlet Bulutangkis Penentu Kemenangan Indonesia 3-2 dari Thailand

Harus diakui, Nambi memang seorang prajurit yang terlatih.

Dalam pertempuran meruntuhkan kekuasaan Prabu Jayakatwang, Nambi ikut menyerang benteng Selatan, hingga berhasil menewaskan seorang senopati Daha yang cukup terkemuka.

Ucapan Lawe tempo hari di hadapan Sang Prabu, sebenarnya hanyalah pancingan semata untuk memanaskan hati Nambi hingga dia tergerak untuk membalas kata-katanya.

Baca Juga: Pecahkan Rekor! The International 10 Kejuaraan Dota 2 dengan Hadiah Terbesar di Esports, Capai Rp580 Miliar

Sayangnya, Nambi hanya diam dan justru Kebo Anabrang lah yang bereaksi. Sesuatu yang di luar dugaannya.

Lawe menganggap keterangan dari Juru Pengalasan sudah cukup baginya.

Tanpa banyak bicara lagi, dia menuju logistik tempur pribadinya di barak lapangannya itu.

Baca Juga: Genshin Impact Rilis Karakter Baru Arataki Itto, Simak Prediksi Weapon, Artefak dan Hubungan dengan Kujou Sara

Di tatapnya sejumlah senjata pribadinya, sebelum memilih salah satunya.

Senjata yang nampak megah namun mengerikan. Sebuah tombak putih berlapis emas tinatah ukiran indah dengan baja yang terlihat mengkilap bagai disambar petir.

Dengan tombak itu jugalah dahulunya Lawe pernah memancing Sagara Winotan untuk mengikutinya, lalu secara tiba-tiba melompat balik ke arahnya.

Baca Juga: Donal Trump Akibatkan Krisis Keuangan Selama Satu Dekade Jadi Inspirasi Squid Game

Dihabisnya menteri Daha yang pernah menghina orang Madura itu di atas kereta tempurnya sendiri.

Setelah memantapkan hati, bahwa itulah senjatanya kali ini, Ranggalawe berjalan keluar, menuju sejumlah kuda miliknya, salah satunya adalah Andalusi, kuda yang pernah menggigit orang-orang Daha layaknya singa.

Namun bukan Andalusi yang dipilihnya, tetapi seekor kuda putih yang mampu bergerak layaknya angin, dan terjangannya mampu meremukkan tulang-tulang.

Bersambung.***

Editor: Achmad Ronggo

Sumber: Kidung Ranggalawe YouTube/@jagadmandala

Tags

Terkini

Terpopuler