Bukan PDIP maupun Demokrat, Dua Pihak Ini Paling Diuntungkan dalam Omnibus Law Cipta Kerja

9 Oktober 2020, 00:36 WIB
Demo UU Cipta Kerja, bukan untungkan PDIP atau Demokrat. /ANTARA FOTO

LAMONGAN TODAY -- Pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie menilai, hanya ada dua pihak yang diuntungkan dari pengesahan UU Cipta Kerja.

Pihak yang diuntungkan UU kontroversial itu tidak lain adalah para investor dan para pekerja asing.

“Omnibus Law soal Ketenagakerjaan memudahkan izin kerja tenaga asing,” kata Jerry dilansir Antara melalui Warta Ekonomi, Rabu (7/10/2020).

Baca Juga: Meskipun Didemo Besar-Besaran Tolak UU Cipta Kerja, Ngabalin: Kita Harus Cerahkan Masyarakat

Hal itu, lanjutnya, tertuang dalam Pasal 42 ayat 1. Di mana tenaga asing hanya perlu Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk bekerja di Indonesia.

Tanpa Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) seperti diatur di beleid sebelumnya.

Sementara, kata Jerry, perusahaan juga bisa membuat karyawannya menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

Baca Juga: Meski Ada Demo UU Cipta Kerja, Menaker Cairkan Subsidi Gaji Tahap V Rp600 Ribu Bagi 618.588 Pekerja

Itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 61A. Dalam pasal itu, ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang memiliki hubungan kerjanya berakhir karena sudah jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

Aturan tentang perjanjian itu dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.

UU Cipta Kerja juga menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja.

Baca Juga: Harga HP Vivo Oktober 2020: Ada Vivo Y91C, S1 Pro, dan Masih Banyak yang Lain, Cek Selengkapnya

Di Pasal 79 Ayat (2) poin b UU menyebutkan, istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Kemudian, Pasal 88 C, (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.

Sedangkan di ayat (2), upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

Baca Juga: Harga HP iPhone Terbaru Oktober 2020: Ada iPhone 7 Plus, iPhone 8, iPhone Xs, Cek Selengkapnya

Tak sedikit pihak yang khawatir akan poin ini, pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk upah minimum sektoral.

“Jika merujuk Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, pekerja tidak bisa menerima upah di bawah standar minimum,” ungkap Jerry.

Direktur Eksekutif P3S ini menilai, yang paling merasa dirugikan atas UU Cipta Kerja ini tidak lain adalah kaum buruh.

Baca Juga: Apes! Demonya ke Istana Negara, Pemprov DKI Jakarta yang Tanggung Kerugian Kerusakan Fasilitas Umum

“Ini akan berdampak buruk dalam pemerintahan saat ini. Paling tidak pasal-pasal yang tak sesuai dan merugikan jangan dimasukan,” katanya.

“Justru UU ini jauh dari harapan buruh. Kalau tidak dihentikan demo akan berlanjut dan Covid-19 bisa bertambah,” paparnya.

Jerry pun menyarankan agar pasal-pasal kontroversi ditinjau lagi. Baik melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) maupun melalui langkah lainnya.

Baca Juga: Sudah Bentrok! Mahfud MD yang Wakili Jokowi Masih Ingatkan Tak Ada Aksi Anarkis

“Dalam hal ini bisa political interest (kepentingan politik) yang lebih diuntungkan,” kata Jerry.

Presiden Jokowi pun bisa mengundang perwakilan buruh, mahasiswa dan lainnya yang menolak agar semua aman dan damai.

“Tetapi, semua harus sesuai protokol kesehatan,” tuturnya.***

Editor: Nugroho

Sumber: Warta Ekonomi Antara

Tags

Terkini

Terpopuler