Kisah Pangeran Diponegoro: Perang Jawa 1825, Garis Takdir Sang Singa Mataram

- 11 November 2021, 20:05 WIB
Ilustrasi Pangeran Diponegoro. Tangkapan Layar YouTube/@MARKEMPROSS
Ilustrasi Pangeran Diponegoro. Tangkapan Layar YouTube/@MARKEMPROSS /

Rupanya, Letnan Jenderal de Kock telah mengatur jebakan dan strategi penangkapan detail dengan pasukan yang lengkap termasuk kereta dan perlengkapan lainnya, yang akan membawa sang pangeran menuju ke Batavia, hingga skenario pengasingannya di Sulawesi.

Sementara sang pangeran hanya membawa orang-orang kepercayaannya dan beberapa pengikut ala kadarnya.

Akhirnya, jebakan kotor di hari lebaran tersebut, mengakhiri api kemelut Perang Jawa yang berkobar selama lima tahun terakhir.

Perang besar yang banhak menyatukan golongan ningrat dan jelata, bahkan hampir menggerakkan perlawanan dari sebagian besar rakyat Jawa kala itu, perang yang banyak membuat serdadu Belanda meregang nyawa dan membuat keuangan kolonial itu tiris dan nyaris habis.

Berakhirnya perang Jawa, merupakan akhir dari perlawanan bangsawan Jawa kala itu. Perang Jawa bajyaknmemakan korban di kedua belah pihak.

Setelah perang berakhir, diperkirakan penduduk Kota Yogyakarta menyusut hingga separuh. Karena bagi sebagian orang di Keraton Yogyakarta, Pangeran Diponegoro dianggap sebagai seorang pemberontak.

Konon, keturunan Pangeran Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke dalam keraton, hingga Sri Sultan Hamengkubuwono IX memberi amnesti bagi keturunan Pangeran Diponegoro dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai oleh Pangeran Diponegoro kala itu.

Pada tahun 1932, setelah perang besar ini berakhir, seluruh raja dan bupati di Jawa tunduk dan menyerah kepada Belanda, kecuali Bupati Ponorogo, Warok Brotodiningrat III, yang justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di Kota-kota Karesidenan Madiun dan di Jawa Tengah, seperti Wonogiri dan Karanganyar, yang banyak dihuni oleh para warok.

Menurut catatan Belanda, para warok tersebut memiliki skill berperang dan ilmu kebal yang tidak seimbang bagi pasukan Belanda.

Maka dari itu, untuk menghindari hal yang merugikan pihak Belanda, terjadilah kesepakatan untuk bdibuatkan kantor bupati di pusat Kota Ponorogo, serta fasilitas penunjang seperti jalan beraspal, rel kereta api, kendaraan langsung dari Eropa seperti mobil, motor, hingga sepeda angin.

Halaman:

Editor: Achmad Ronggo

Sumber: YouTube/@MARKEMPROSS


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah