Waspada, 13 Persen Pasien Covid-19 yang Meninggal Memiliki Penyakit Hipertensi

- 14 Oktober 2020, 15:14 WIB
ilustrasi hipertensi: Waspada, 13 Persen Pasien Covid-19 yang Meninggal Memiliki Penyakit Hipertensi
ilustrasi hipertensi: Waspada, 13 Persen Pasien Covid-19 yang Meninggal Memiliki Penyakit Hipertensi /pixabay/mohamed Hassan

LAMONGAN TODAY - Pandemi Covid-19 masih menjadi momok mengerikan bagi berbagai negara di dunia. 

Virus Covid-19 wajib diwaspadai terutama bagi orang- orang dengan penyakit penyerta (komorbid), karena kelompok ini sangat rentan terpapar virus. 

Kementerian Kesehatan sendiri menaruh perhatian serius dan khusus bagi masyarakat dengan penyakit penyerta. 

Baca Juga: Positif Covid Tanpa Gejala, Cristiani Ronaldo Absen di 4 Laga Ini

Pasalnya penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM) terkonfirmasi COVID-19 berpotensi besar mengalami perburukan klinis sehingga meningkatkan risiko kematian.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per tanggal 13 Oktober 2020, dari total kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19, sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.

Di mana presentase terbanyak diantaranya penyakit hipertensi sebesar 50,5%, kemudian diikuti Diabetes Melitus 34,5% dan penyakit jantung 19,6%. 

Baca Juga: Kemendikbud Buka Lowongan Calon Guru Penggerak Angkatan Kedua, Simak Cara Daftarnya

Sementara dari jumlah 1.488 kasus pasien yang meninggal diketahui 13,2% dengan hipertensi, 11,6% dengan Diabetes Melitus serta 7,7% dengan penyakit jantung.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakti Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie, MD, M.H.Kes mengatakan, penyakit hipertensi merupakan penyakit katastropik yang tidak dapat disembuhkan.

Baca Juga: PSBB Transisi DKI Jakarta Dimulai Besok, Anies Baswedan: Jika Kasus Covid Meninggi Rem Darurat Lagi

Namun demikian, hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko. Pasalnya, apabila tidak dicegah dan dikendalikan akan menjadi bom waktu.

Hal itu dapat menyebabkan terjadinya Kasus Hipertensi baru yang sangat signifikan dan berdampak pada pembiayaan Jaminan Kesehatan khususnya terkait penyakit Katastropik.

“Hipertensi sangat mungkin dicegah dengan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama di masa pandemi ini kita harus berhati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat," ujar Cut dalam Temu Media Hari Hipertensi Sedunia Tahun 2020 dalam siaran pers yang diterima Lamongan Today, Rabu 13 Oktober 2020.

CovidBaca Juga: Benarkah Covid-19 Menyebar Lewat Udara? Ini Penjelasan Dokter PMI

Menurut Cut,  pandemi COVID-19 ini bisa  dijadikan sebagai momentum untuk membudayakan gaya hidup sehat,

Cut menjabarkan pola hidup bersih dan sehat bisa dimulai dengan mengukur tekanan darah secara teratur, menjaga makanan tetap sehat dengan membatasi konsumsi gula, garam dan lemak.

Selain itu masyarakat dapat menghindari makanan manis, perbanyak makan buah dan sayur, menjaga berat badan ideal, melakukan aktivitas fisik secara rutin seperti jalan atau melakukan aktivitas sehari-hari di rumah.

CovidBaca Juga: Rumah Sakit Dituding Mengcovidkan Pasien, Dokter Ramai-ramai Serang Eks Panglima TNI Moeldoko

Di samping menjaga pola hidup bersih dan sehat, Cut menambahkan upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi harus dilakukan dengan melakukan deteksi sedini mungkin.

Bagi orang-orang yang memiliki faktor risiko maka deteksi dini berupa pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan sebulan sekali, sementara bagi orang sehat tetap harus melakukan skrining minimal sekali dalam rentang waktu 6 bulan sampai 1 tahun.

Skrining dan deteksi dini pengukuran tekanan darah yang benar dan teratur merupakan kunci utama menemukan kasus sedini mungkin sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat.

Baca Juga: Habib Rizieq Tinggal Tunggu Penjadwalan Pulang ke Indonesia, FPI: Rezim Zalim Tak Ikut Bantu

Hal senada disampaikan oleh anggota Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA menuturkan bahwa rutin mengukur tekanan darah sangat penting dilakukan baik bagi orang sehat maupun orang dengan faktor risiko.

Tujuan pengukuran tekanan darah sebagai penapisan dan diagnosis, pengobatan serta keberhasilan pengobatan.

Upaya ini harus digiatkan terutama bagi orang dengan rentang usia diatas 40 tahun serta memiliki tekanan darah normal-tinggi.

Baca Juga: Israel menolak untuk membebaskan Tahanan Palestina yang Nyaris Mati karena 80 Hari Mogok Makan

“Semakin tinggi umur anda semakin besar kemungkinan anda terkena hipertensi. Tekanan normal-tinggi 37% mengalami hipertensi dalam jangka waktu 4 tahun kedepan, itulah kenapa diperlukan pengukuran tekanan darah secara berkala,” terangnya.

Untuk itu, dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya promotif preventif, Kementerian Kesehatan telah melakukan kegiatan monitoring dan skrining secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui Pos Binaan Terpadu (POSBINDU).

Cut menyebutkan hingga kini dari 80 ribu desa tercatat 60 ribu desa telah memiliki POSBINDU.

Ke depan, ditargetkan setiap satu desa terdapat satu POSBINDU. Kendati demikian, cakupan masyarakat untuk melakukan skrining masih sangat rendah, hal ini dikarenakan POSBINDU tidak memberikan pengobatan bagi para pasien, sehingga banyak masyarakat enggan memanfaatkannya.

Baca Juga: Resmi Dirilis! Spesifikasi dan Harga Realme C17, HP Gaming 2 Jutaan

“Pengobatan adanya di Puskesmas, oleh karenanya kami terus memberikan edukasi dan penguatan informasi agar masyarakat mau memanfaatkan POSBINDU untuk melakukan deteksi dini secara berkala, ini kita terus dorong,” ujarnya.

Selain memanfaatkan POSBINDU, deteksi dini dapat dilakukan dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan yang dimilikinya melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Polanis).***

Editor: Nita Zuhara Putri

Sumber: Kemkes


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x