Isi PPKS Tuai Pro-Kontra, Ini Alasan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 jadi Kontroversi

- 15 November 2021, 13:59 WIB
ILUSTRASI: Alasan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tuai kontroversi.
ILUSTRASI: Alasan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tuai kontroversi. /PIXABAY/ Foundry

LAMONGAN TODAY - Pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sudah menerbitkan peraturan mengenai pencegahan dan penangan kekerasan seksual di wilayah perguruan tinggi.

Peraturan yang kemudian menjadi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut sudah ditandatangani Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makariem pada 31 Agustus 2021 silam.

Akan tetapi, landasan hukum yang akan mengatur mengenai penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi tersebut saat ini mendapat berbagai kontroversi.

Baca Juga: Banjir Rendam Palangkaraya Capai Satu Meter, Warga Terpaksa Mengungsi

Di antara yakni mengenai isi dari Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang dinilai merusak standar moral mahasiswa oleh anggota Komis X DPR, Illiza Sa’aduddin Djamal.

“Sebaiknya Permendikbud itu dievaluasi kembali atau dicabut karena peraturan ini secara tidak langsung dapat merusak standar moral mahasiswa,” terang Illiza Sa’aduddin Djamal seperti dikutip dari ANTARANEWS, Selasa, 9 November 2021 lalu.

Kemudian, Illiza pun mengatakan jika dicemaskan akan terjadi penyimpangan yang dibenarkan walau diperbuat di luar pernikahan.

Baca Juga: Curah Hujan Meningkat, Hujan Lebat Bakal Guyur Indonesia Bulan Desember, Masyarakat Diminta Tetap Waspada

Lebih lanjut, pihak Muhammadiyah, Prof H Lincolin Arsyad sebagai Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengatakan jika pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 tersebut mempunyai pengeritan mengenai legalnya perilaku seks bebas dan asusila.

“Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual tidak lagi berdasar nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi persetujuan dari para pihak. Hal ini berimplikasi selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan, meski pun dilakukan di luar pernikahan yang sah,” jelas Prof H Lincolin Arsyad, seperti dilansir dari ANTARANEWS, Senin, 8 November 2021.

Adapun isi dari pasal 5 dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tersebut yakni mengatur beberapa kekerasan seksual baik melalui verbal, nonfisik, fisik, dan maupun lewat teknologi informasi dan komunikasi.

Baca Juga: 10 Pahlawan Muncul dari Persembunyiannya Selamatkan Bumi, Eternals Belum Lengser dari Puncak Box Office

Sementara pada ayat dua menerangkan apa saja kekerasan seksual yang dimaksudkan dalam ayat satu, mulai dari verbal, fisik, atau nonfisik.

Pada Permendikbud Ristek Nomor 30 yang kemudian disingkat dengan PPKS tersebut bukan hanya memfokuskan kemungkinan kekerasan seksual yang dialami mahasiswa, tetapi pada pendidik, sampai tenaga kependidikan.

Menanggapi mengenai banyaknya kontroversi terhadap PPKS, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makariem menuturkan melalui adanya Permendikbud Ristek Nomor 30 tersebut untuk menghindari dan mengurangi timbulnya kerugian dari kekerasan seksual.

Baca Juga: Heboh! Percakapan Direkam, Ariel Tatum Sukarela Bagikan Nomor Teleponnya

“Permendikbud Ristek PPKS memperinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang dan mengatur langkah – langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual,” jelas Mendikbudristek Nadiem Makariem, dikutip dari ANTARANEWS, 12 November 2021.

Bukan hanya itu, Nadiem juga menyoroti mengenai sanksi yang selanjutnya akan didapatkan pelaku berdasarkan dengan akibatnya.

“Sanksi kepada pelaku harus beradasarkan dampak akibat perbuatannya terhadap kondisi korban dan lingkungan kampus, bukan besar peluang pelaku bertobat. Rektor dan direktur perguruan tinggi bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan Permendikbud Ristek PPKS dan dapat menjatuhkan sanksi yang lebih berat dari rekomendasi satgas (satuan tugas),” tambah Nadiem.

Baca Juga: Prediksi, Susunan Pemain serta Hasil Head to Head Portugal vs Serbia, Pertandingan Pemuncak Grup A

Nadiem Makarim menjelaskan jika Permendikbud Ristek PPKS adalah sebuah usaha pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan seluruh WNI mendapatkan pendidikan tinggi yang aman.

Dilansir Lamongan Today dari Berita DIY, artikel ini telah tayang dengan judul "Alasan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 Jadi Kontroversi, Begini Isi PPKS yang Tuai Pro-Kontra."(Mufit Apriliani/Berita DIY)***

Editor: Achmad Ronggo

Sumber: Berita DIY


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x