Fakta Kemunculan Fenomena Lintang Kemukus di Langit Jawa, Berkisah Tentang Keris Kiai Hingga Kiamat

- 12 Oktober 2020, 13:45 WIB
Ilustrasi: Lintang Kemukus.
Ilustrasi: Lintang Kemukus. /Instagram @ndorobeii

LAMONGAN TODAY - Fenomena komet atau Lintang Kemukus tengah menjadi pembahasan.

Dalam istilah Jawa, Lintang Kemukus dikaitkan dengan mitos ternyata terjadi tak hanya di Indonesia.

Terlepas banyaknya terminologi dalam menyebut komet yang di Indonesia terkenal sebagai Lintang Kemukus, nyatanya di berbagai belahan dunia juga memiliki nilai sosio histori atas sebuah kejadian dan peristiwa.

Baca Juga: Akses Listrik di Jawa Barat Belum Merata, Jabar Caang Diharapkan Jadi Solusi

Berdasarkan data dari planetarium.jakarta.go.id, fenomena komet dari masa ke masa dengan sudut pandang sejarah, ilmiah hingga mitologi memang selalu menarik diulas.

Bahkan pada masa sekarang dengan peralatan yang semakin modern, penemuan demi penemuan akan benda-benda luar angkasa ini semakin sering.

Berdasarkan data Minor Planet Center – International Astronomical Union (MPC-IAU), pada tahun 2016 hingga tanggal 24 Mei telah ditemukan 16 buah komet mendekati Matahari.

Baca Juga: Lintang Kemukus Muncul di Tanah Jawa, Kerap Disimbolkan Malapetaka, Simak Penjelasan dari Arkeolog

Sehingga total temuan komet atau Lintang Kemukus ini, kini sudah mencapai 3887 buah yang telah diketahui dengan baik dari sifat orbitnya.

Pertanda Perang Dunia

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

Area tuban apakah kalian melihanya , apakah itu

Sebuah kiriman dibagikan oleh ???????????????????????????????????? (@ndorobeii) pada

Sejak zaman dahulu hingga saat ini fenomena komet di kubah langit malam sering dikaitkan dengan tanda akan datangnya bencana atau sejenisnya.

Shakespeare dalam karya Julius Caesar, mengaitkannya dengan pertanda kematian. Bahkan, ada kasus unik, tentang komet ini, dimana Mark Twain pengarang buku fiksi Petualangan Huckleberry Finn dan Petualangan Tom Sawyer, lahir 1835 dan meninggal 1910 saat fenomena komet Halley muncul.

Baca Juga: OPPO Reno 4 F Gratis Mau? Cek Syaratnya Disini

Bersamaan dengan itu di tahun 1910, ketakutan pun melanda dunia. Bahkan Amerika sempat memproduksi pil anti komet dan masker gas.

Suasana ini memunculkan rumor di seluruh dunia bahwa tidak lama lagi akan terjadi perang besar.

Nyatanya, 4 tahun berselang, terjadilah Perang Dunia I, sejak 28 Juli 1914 hingga 11 November 1918 yang dipicu dengan pembunuhan Franz Ferdinand, pewaris tahta Austria, Hongaria dan istrinya, oleh nasionalis Yugoslavia Gavrilo Princip di Sarajevo 28 Juni 1914.

Dampaknya, tidak kurang 9 juta tentara dan 7 juta pertahanan sipil tewas di medan perang dengan melibatkan sejumlah negara yakni Austria, Hongaria, Jerman, Kerajaan Ottoman, Bulgaria melawan Serbia, Rusia, Perancis,Kerajaan Inggris, Itali, Amerika Serikat, Jepang dan Rumania.

Baca Juga: Harga HP iPhone Oktober 2020 mulai Rp6 Jutaan sampai Rp22 Jutaan, Cek Selengkapnya

Selain seluruh wilayah Eropa, juga merambah Caucasus, Mesopotamia, Sinai, dan banyak kawasan seantaro dunia lainnya. Dimaklumi bila kemudian komet Halley kembali mengemuka menjadi perbincangan sebagai tanda bencana seperti rumor yang muncul tahun 1910.

Mitos Kiamat dan Wabah Penyakit

Sementara itu di Indonesia, komet Halley atau Lintang Kemukus ini sejak zaman dahulu dikaitkan dengan peristiwa sejarah yang kelam, saat komet yang teramati sejak masuk abad 20:

- 1910 1P/Halley (76 tahun),
- 1927 7P/Pons-Winnecke dan Skjellerup–Maristany (36.530 tahun),
- 1945 79P/du Toit–Hartley atau du Toit 2 (5,6 tahun),
- 1965 Ikeya-Seki (1.060 tahun),
- 1973/4 Kohoutek (35.600 tahun),
- 1996 Hyakutake (70.000 tahun),
- 1997/8 Hale-Bopp (2520 – 2533 tahun),
- 2004 P/2004 R3 (LINEAR-NEAT),
- 2013 C/2011 L4 (Panstarss) dan C/2012 S1 (ISON).

Bahkan, saat itu ragam takhayul tumbuh subur dari tahun ke tahun dan bermunculan silih berganti seolah tanpa istirahat, bahkan hingga menyisip ke isu kiamat.

Baca Juga: UPDATE Harga HP Realme Anjolok Jutaan: Realme 6 Pro, X3 SuperZoom, Cek Selengkapnya

Tahun 1908, memang ada komet cemerlang (Komet Morehouse atau C/1908 R1), tetapi apakah terlihat dari Indonesia belum dapat dipastikan.

Yang jelas tanggal 30 Juni 1908 di Rusia terjadi bencana saat pecahan komet Encke jatuh. Dikenal sebagai Peristiwa Tunguska, terjadi dekat Sungai Tunguska – Siberia.

Cikal bakalnya adalah pecahan komet Encke yang meledak di ketinggian 10 km, menghancurkan lebih dari 2.000 km2 hutan di sana. Gema ledakan hingga radius 1.000 km dan Seismometer dari segala penjuru dunia mencatatnya.

Baca Juga: Spesifikasi Xiaomi Redmi Note 8 Pro, HP Berkualitas yang Kini Harganya Sudah Turun

Kecerlangan ledakan bahkan mengalahkan terangnya Matahari. Adapun tahun 1927/8, untuk komet Skjellerup–Maristany di atas, identifikasi lainnya C/1927 X1, 1927 IX, dan 1927k, merupakan komet periode panjang dan sangat cemerlang.

Sangat mudah dilihat dalam kisaran 1 bulan lebih. Secara terpisah ditemukan oleh astronom amatir John Francis Skjellerup (Australia, 28/11/1927) dan Edmundo Maristany (Argentina, 06/12/1927) dengan warna kuning terang yang ternyata karena kelimpahan sodium yang tinggi pada komet tersebut.

Bila hendak merunut kehadiran benda ini pada masa lalu memang sangat sulit. Sekedar contoh, astronom dari Tiongkok, Li Qibin, harus menelusuri lebih dari 150.000 manuskrip dan 10.000 prasasti yang relevan serta puluhan tinggalan lain selama 13 tahun hingga 1987 bersama 200 mahasiswanya untuk mencari dan mengidentifikasi benda langit yang di sana dikategorikan sebagai bintang Zhoubo, Bei, Jing atau sebutan lainnya.

Baca Juga: Daftar HP RAM 6GB Terbaru, Harga 1 Jutaan Hingga 3 Jutaan Terlengkap, Ada Xiaomi, Samsung, Oppo

Tercampurnya beragam istilah cukup menyulitkan apakah benda yang tercatat benar komet atau lainnya seperti bintang, planet, nova, supernova, atau lainnya.

Sama dengan di Indonesia, apapun benda langit umumnya disebut dengan awalan Lintang/Wintang.

Hingga kini, dengan banyak lagi tambahan manuskrip, pekerjaan ini masih terus berlangsung dan jauh dari tuntas.

Catatan tentang hadirnya komet yang terlihat di Tiongkok salah satunya telah ditulis pada manuskrip Book of Prince Huai Nan (komandan pasukan raja Wu saat melawan Zhou dari Yin tahun 1057 SM), yaitu komet Halley.

Baca Juga: Spesifikasi Xiaomi Redmi Note 9, HP Murah dengan Performa Tinggi

Berbeda dengan dunia barat, justru astronom China sangat teliti dalam menera langit serta mendokumentasikannya baik dalam bentuk gambar, ukiran, maupun tulisan termasuk kehadiran komet.

Catatannya bahkan bukan hanya dalam bentuk komet, melainkan lokasi di lautan bintang, evolusi kecerlangan dan orientasi ekor, hingga jejak pergeserannya.

Sebutan komet antara lain, Bintang Ekor Panjang Burung Pegar, Bintang Sapu (terkait bencana); kadang hingga sebutan Bintang Keji (vile stars).

Contoh tinggalan lainnya seperti di Mesir. Dapat kita sebut semisal komet Hale-Bopp. Komet ini kemungkinan besar telah diamati bangsa Mesir kuno pada era Firaun Pepi I (2332-2283 SM).

Baca Juga: Cerita Kelam Dibalik 12 Oktober, Terjadi Tragedi Bom Bali 1 yang Tewaskan 202 Orang

Pada piramidanya di Saqqara terdapat tulisan “nhh–star” yang dalam sandi hieroglyph maksudnya adalah pendamping firaun di langit dan “nhh” sendiri berarti rambut panjang.

Sementara itu, kita tahu bahwa mitologi Mesir begitu kaya dengan aneka kisah terkait dewa dewinya.

Artikel Ini telah Terbukti di Isu Bogor dengan judul: Fenomena Komet Lintang Kemukus di Belahan Dunia, Mitos Pertanda Perang Sampai Isu Kiamat

Dari benua Afrika, beberapa komet cemerlang tampak tahun 1843, 1848, 1884. Budaya di benua ini dahulu kala tidak memiliki sistem kalender yang mapan.

Biasanya sebuah kejadian ditandai dengan kejadian yang unik lainnya, semisal dikaitkan dengan peristiwa perang, kematian kepala suku, banjir, juga fenomena langit termasuk penampakan komet.

Umumnya untuk hadirnya komet adalah sebagai pertanda akan datangnya bencana.

Hal ini sebenarnya mirip di Indonesia. Dulu sering kita jumpai apabila ditanya lahirnya seseorang, sering jawabannya "ketika gunung tertentu meletus“, "ketika terjadi banjir besar“, dikaitkan beragam kejadian.

Namun, ada pula anggapan bahwa apabila benda ini terlihat, maka akan terjadi malapetaka. Pada gua di Fouriesberg – Afrika Selatan terdapat lukisan komet (menilik bentuknya, walau ada pemikiran – dapat jadi gambar bolide meteor) berusia kisaran 25.000 tahun.

Baca Juga: Daftar Harga HP Terlaris Awal Oktober 2020: OPPO A5,Vivo Y15, OPPO A7,OPPO A31, OPPO F9, Vivo V15

Selain itu juga dijumpai pada budaya Masai (Kenya, dekat Swahili) bahwa komet malah merupakan dewa yang sangat penting, lebih dari sekedar pertanda sesuatu.

Dewa inilah yang memberi sesuatu yang optimistis. Ibarat hadirnya Batara Surya di India/Indonesia yang terkait Matahari.

Pandangan di atas juga terjadi di benua Amerika. Hadirnya komet menimbulkan ragam ketakutan, kekaguman, dan aneka takhayul.

Sebagai pertanda bencana, murkanya Dewa, saatnya meramal kematian pangeran hingga jatuhnya kerajaan, dll. Mulai hilangnya budaya Aztec (wilayah Mexico) karena serbuan bangsa Spanyol (tertangkapnya Moctezuma – sang raja) juga kebetulan ditandai dengan munculnya the Great Comet tahun 1517.

Baca Juga: Sebut Omnibus Law Jadi Melly Goeslaw, Pria Berhelm Ini Viral

Mitos Lintang Kemukus

Khususnya di Jawa, kemunculan komet yang disebut Lintang Kemukus dikaitkan atau sebagai pertanda akan munculnya kerusuhan, kekacauan, perang, kelaparan, kematian, bencana, atau wabah penyakit (Maas/Tijdschrift, 1924).

Namun, ada pula kisah atau mitos muasal keterjadian komet. Tinjau budaya di pulau Jawa bagian tengah (Solo dan Yogyakarta). Terdapat mitos tentang Lintang Kemukus pada manuscript Babad Tanah Jawi.

Bila mendengar Babad Tanah Jawi, sebenarnya ada ragam versi. Misal “Serat Babad Segaluh dumugi Mataram” (Babad Galuh-Mataram) dan “Serat Babad Tanah Jawi”.

Ada pula “Babad Pajajaran” yang isinya sebenarnya Babad Tanah Jawi yang mana didalamnya terdapat cerita tentang pertempuran antara Prabu Brawijaya (Jaka Suruh) dengan Siung/Tiung/Ciung Wanara hingga kisah penyerbuan Penembahan Senapati (Mataram) ke Pajang.

Baca Juga: Waspada Ancaman La Nina, BNPB Sebut Potensi Bencana Lebih Bahaya

Kisah Lintang Kemukus berasal dari yang pertama, yang isinya praktis sama dengan Serat Babad Tanah Jawi pada naskah Radyapustaka No.128, bab Teluh Condong-campur (ref: Sawitar 2015).

Dikisahkan akhirnya keris Kyai

Condong-campur kalah dan kembali ke tempatnya. Walhasil Majapahit pun terbebas dari wabah penyakit. Prabu Brawijaya menitahkan ke Kyai Supagati dan Supradriya untuk menghancurkan keris itu karena pamornya telah rontok.

Saat tiba keris dibakar hingga merah membara dan siap dihancurkan, keris mendadak melesat ke langit bersama teluh braja (braja: senjata) lalu menjelma menjadi Lintang Kemukus (bintang berasap, mêtu kukusé = keluar asapnya) yang disaksikan banyak orang.

Sambil melesat itulah, terdengar keris tersebut bertutur ke Prabu Brawijaya tentang tugasnya untuk membuat keris berdapur nagasasra (keris Ki Jigja yang berukuran kecil terkenal dengan keris berdapur sabuk-inten).

Baca Juga: Spesifikasi Realme C17, HP Game yang Harganya Bersahabat, Dirilis 14 Oktober

Pada kisah lanjutannya, pemilik keris Kyai Sengkelat adalah Sunan Kalijaga, kakak ipar Ki Supa.

Tentang keris nagasasra atau dapur sewu (Kyai Segara-wedang) dan sabuk-inten pernah dipopulerkan kisahnya oleh S.H. Mintardja (fiksi, berlatar sejarah transisi Majapahit – Pajang/Demak dengan tokoh Mahesa Jenar, murid Syeh Siti Jenar) yang Beliau juga terkenal dengan “Api di Bukit Menoreh”nya (transisi Pajang – Mataram; tokohnya Kyai Gringsing, Agung Sedayu, Glagah Putih, Pangeran Benawa, dan Panembahan Senopati).

Dalam naskah di atas, lenyapnya Kyai Condong-campur merupakan tanda runtuhnya Majapahit. Dalam sejarah Nusantara, saat Majapahit runtuh dikenal kata sandi atau sengkalan: sirna ilang kertaning bumi (0–0–4–1), yang artinya tahun 1400Ç (1478M).

Yang sebenarnya cukup menarik, apakah saat itu memang ada Lintang Kemukus? Hingga saat ini belum ada yang biasa mendapatkan datanya.

Baca Juga: Link Live Streaming MotoGP Perancis 2020 di Trans 7 Malam Ini, Fabio Quartararo start pertama

Paling mungkin bahwa kejadian itu pada akhir masa Prabu Brawijaya V (1478) dan ada catatan bahwa komet tersebut dapat dilihat oleh banyak masyarakat saat itu.

Artinya komet cukup lama terlihat dan cukup terang, maka kemungkinannya adalah komet 1471Y1 yang muncul sejak Desember 1471 hingga akhir Januari 1472 yang diprediksi memiliki magnitudo semu minus 3 (setelah melewati perihelion tanggal 1 Maret 1471).

Adapun pada tahapan melesat ke langit, bercampur dahulu dengan têluh braja (diibaratkan layaknya Lintang Alihan yang mlêtik-mlêtik).* (Isu Bogor)

Editor: Nugroho

Sumber: Isu Bogor


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah