Nonggol Lagi, Puyono Langsung Tantang Buruh Bongkar Bagian UU Cipta Kerja yang Merugikan

10 Oktober 2020, 18:45 WIB
Ilusrasi: Demo UU Cipta Kerja. /Twitter/rizekyfdllh/

LAMONGAN TODAY -- Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja masih menjadi perbincangan hangat.

Berbagai unsur sedang menyoroti UU Cipta Kerja ini. Ada yang pro ada yang menolak dengan lantang.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono menegaskan, adanya UU Cipt Kerja akan berimbas positif bagi para pekerja, atau kaum buruh.

Baca Juga: Kabar Gembira! Jatim Bebas Zona Merah Covid, Khofifah Beberkan Rahasianya

Maka dari itu, dia pun menantang semua pihak yang kontra untuk menunjukkan bagian dari UU Cipta Kerja yang dianggap dapat merugikan para pekerja.

"Coba tunjukkan mana dari UU Ciptaker yang ngerugiin kaum buruh," tegasnya dikutip dari RRI, Sabtu (10/10/2020).

Kabar mengejutkan datang dari Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).

Baca Juga: Dewi Tanjung Berkoar Lagi, Sebut SBY Dalang Demo Tolak UU Cipta Kerja

Hal tersebut dikarenakan mereka merumahkan sementara waktu 800 karyawannya dengan status tenaga kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) selama 3 bulan terhitung sejak 14 Mei 2020 lalu.

Perusahaan tersebut nantinya akan menyelesaikan lebih awal kontrak kerja dari masa kontrak yang berlaku dengan tetap membayarkan kewajiban sesuai dengan kontrak tersebut.

Hanya saja perseroan tidak mengungkapkan berapa jumlah detail pilot tidak tetap dari total 800 karyawan kontrak ini.

Baca Juga: Lirik Lagu 'Deja Vu' - NCT DREAM, Albumnya Segera Meluncur 12 Oktober 2020

Terkait itu, Arief menyatakan bahwa PKWT Garuda yang dinyatakan di PHK tidak dapat Kompensasi itu belum memakai UU Ciptaker.

"Nah sekarang PKWT selesai masa kerjanya atau PHK perusahaan harus berikan Kompensasi pada pekerja PKWT," tekan Arief.

Ia menduga, bahwa praktek semacam ini selalu dilakukan oleh perusahaan.

Baca Juga: Hore! Telkomsel Bagi-bagi Bantuan Rp 2,5 Juta GRATIS! Dua Hari Lagi Pendaftaran Ditutup

Di mana pegawai outsourching seperti di BUMN setiap tiga tahun selalu mengganti perusahaan jasa Outsourching. Hal tersebut bertujuan agar perusahaan tidak membayar pesangon kepada pekerja Outsourching.

"Nantinya perusahaan tersebut akan menghilangkan masa kerja para pekerja outsourching tujuannya agar tidak membayar fasilitas untuk status pekerja tetap," jelas Arief.

Arief juga memberikan sebuah contoh penjelasan mengenai proses jasa outsorcing yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan UU CIptaker.

Baca Juga: Tingal Menunggu Jam, iPhone 12 Series Siap Meledak di Pasaran

"Contoh Mamat bekerja di perusahaan outsourcing dengan kontrak PKWT sebagai tenaga satpam di sebuah perusahaan konstruksi yang sedang membangun 2 blok apartemen mewah di Jakarta."

"Mamat dipekerjakan selama masa pembangunan selesai yang diperkirakan memakan waktu 2 tahun," jelasnya kembali.

Setelah 2 tahun, kontrak pegawai tersebut putus, beberapa bulan kemudian, perusahaan outsourcing kembali merekrutnya sebagai karyawan tetap (PKWTT) untuk dipekerjakan di perusahaan jasa keuangan yang membutuhkan tenaga keamanan di kantor pusatnya.

Baca Juga: Tingal Menunggu Jam, iPhone 12 Series Siap Meledak di Pasaran

Maka, masa kerja pegawai tersebut nantinya sebagai satpam dihitung sejak ia meneken kontrak PKWTT tersebut.

"Nah dengan UU Ciptaker maka masa kerja mamat tetap berlaku sejak sebagai berstatus PKWT yang bekerja di proyek. Kan jelas ini menguntungkan mamat sebagai pekerja alih daya. Dan mamat punya kesempatan menjadi tenaga kerja tetap nantinya," jelasnya.

Perlu diketahui, massa kerja pekerja outsourching bergantung pada jenis kontrak yang disepakati bersama perusahaan alih daya yang merekrut mereka.

Baca Juga: Lirik Lagu ‘Cukup Dikenang Saja’ - The Junas feat. Yasmin, Ost ‘Anak Band’

Hanya saja yang didasarkan pada Pasal 65 dan 66 jo pasal 59 UU No 13/2003 sudah tidak berlaku lagi dengan adanya UU Ciptaker dimana UU No 13 tahun 2003 banyak merugikan pekerja outsourching yang menjadikan buruh sebagai bentuk perbudakan.

Dilansir CNBC Indonesia dari internal perusahaan menyebutkan bahwa saat ini jumlah pilot dengan status hubungan kerja waktu tertentu di Garuda saat ini berjumlah 135 orang.

"Keputusan Direktur Utama untuk pemutusan hubungan kerja Pilot adalah yang berstatus pegawai kontrak bukan pegawai tetap. Total Pilot Pegawai kontrak yang ada di Garuda kalau saya tidak salah 135 orang," kata sumber tersebut kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/6/2020).

Baca Juga: Intip Harga HP Oppo Reno 4 F 2020, Dirilis 12 Oktober Nanti

Namun demikian, belum jelas berapa jumlah pasti pilot yang diputus kontraknya ini oleh perusahaan.

Dia menyebutkan, diperkirakan penghentian pilot ini dilakukan secara bertahap oleh perusahaan.

Ia mengatakan program pengurangan itu juga memungkinkan perseroan untuk mengurangi biaya tunai mingguan yang diperlukan untuk menjalankan operasi menjadi sekitar US$ 46 juta atau Rp 685 miliar. ***

Editor: Nugroho

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler