Selain Belanda, Inilah Penyebab Utang Indonesia Membengkak

- 14 Oktober 2020, 08:10 WIB
Ilustrasi: Kolonialisme Belanda di Nusantara.
Ilustrasi: Kolonialisme Belanda di Nusantara. / Foto: Tropenmuseum./

LAMONGAN TODAY -- Menteri Keuangan Sri Mulyani kemudian membongkar asal usul hutang Indonesia dari masa ke masa.

Ia menyebut Indonesia sudah dihadapkan pada kondisi berhutang sejak tahun 1945.

Bukan salah Soekarno, Soeharto dan presiden lainnya pasalnya utang Indonesia ada gegara negara Belanda.

Baca Juga: Novel Pertanyaankan Ada Perubahan Draft UU Cipta Kerja yang Berubah, Nitizen: Ciri Adanya Kejahatan

Bisa jadi ini merupakan keputusan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) dimana kerugian-kerugian saat Agresi Militer I dan II Belanda ditanggung oleh Indonesia.

Seperti dikutip lamongantoday.com dari RRI Selasa (13/10) Sri Mulyani membeberkan faktor lainnya.

"Kita tidak memiliki semua harta kekayaan. Harta kekayaan yang ada rusak karena perang, seluruh dan investasi sebelumnya yang dibukukan oleh Belanda menjadi investasi pemerintah Indonesia," jelasnya.

Baca Juga: Draft UU Cipta Kerja Berubah, Bupati se-Indonesia Kebingungan: Yang Bener yang Mana?

Tercatat utang Indonesia saat ini mencapai Rp 3.000 triliun lebih.

GDP Indonesia saat awal kemerdekaan masih sangat kecil.

Utangnya menjadi utang Indonesia, sedangkan warisan uang tunai cash dari Belanda hanya sekitar Rp15.8 triliun.

Baca Juga: Daftar Harga HP Rp 1 Jutaan Namun Spesifikasinya Dewa, Ada Xiaomi, Oppo, Vivo, Realme, Infinix

Meskipun demikian, junlah itu masih kecil. Sebab, Indonesia masih harus menghadapi berbagai pemberontakan dalam negeri hingga membiayai operasi militer Trikora dan Dwikora.

Sri Mulyani juga membeberkan jika perekonomian Indonesia saat itu berjalan dengan defisit APBN.

Pembiayaan tidak melalui penjualan Surat Berhagra Negara (SBN), namun malah meminta Bank Indonesia mencetak uang hingga menyebabkan inflasi.

Baca Juga: Ujian Nasional Berubah Nama Jadi Asesmen Nasional, Apa Tujuan Kemendikbud? Ini Penjelasannya

"Yang terjadi kemudian jumlah uang beredar lebih banyak dari suasana kondisi perekonomian, sehingga inflasi meningkat luar biasa besar,” jelasnya.

Beranjak ke Orde Baru semua utang Indonesia untuk mempercepat pembangunan karena Orde Lama belum bisa menyelesaikan permasalahan warisan Belanda.

Tapi nilai tukar rupiah tertekan saat Orde Baru.

Baca Juga: Akibat Penolakan UU Cipta Kerja di Mana-mana, Wali Kota se-Indonesia akan 'Geruduk' Presiden

“Saat terjadi adjustment nilai tukar rupiah, seluruh neraca perusahaan, perbankan, negara, semua alami tekanan karena dalam waktu sehari, berapa jam nilai tukar rupiah berubah tiba-tiba, volatility meningkat, aset tidak meningkat, perusahaan dengan cashflow rupiah dan utang denominasi asing, neraca akan ambyar,” lanjutnya.

Akan tetapi saat era reformasi, dengan dipimpin tiga Presiden, yakni Presiden B.J Habibie (Presiden RI 1998-1999), Abdurrahman Wahid atau Gusdur (Presiden RI 1999-2001) dan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI 2001-2004) banyak dikeluarkan peraturan perundang-undangan baru.

Indonesia sudah diterpa berkali-kali badai perekonomian luar biasa beratnya namun masih bisa keluar dari lingkaran itu dan mantap melangkah ke depan.

Baca Juga: Saudi Arabia Bebaskan Habib Rizieq, FPI : Insya Allah Segera Memimpin Selamatkan NKRI

"Kita percaya dengan krisis yang kita hadapi saat ini, bisa untuk mereformasi dan menguatkan Indonesia. Indonesia dihadapkan pada cobaan dan kita bisa lulus jadi lebih baik," pungkas Sri Mulyani.***

Editor: Nugroho

Sumber: RRI


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah