Pemuda Dogiyai Papua Gugat UU Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan ke MK, Ini Alasannya?

- 7 April 2022, 21:03 WIB
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. /PMJ News/
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. /PMJ News/ /

LAMONGAN TODAY - Seorang pemuda asal Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, Papua, E Ramos Petege menggugat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK) usai gagal menikahi seorang perempuan karena berbeda keyakinan.

"Setelah menjalin hubungan selama tiga tahun dan hendak melangsungkan pernikahan, namun dibatalkan karena perbedaan keyakinan," kata kuasa hukum pemohon Ni Komang Tari Padmawati pada sidang perkara Nomor 24/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual belum lama ini.

Diketahui, pemohon E Ramos Petege merupakan seorang pemeluk katolik. Sementara perempuan yang ingin dinikahinya beragama islam.

Baca Juga: Nikah Sedarah Jadi Tradisi Di Ponorogo Jawa Timur, Menko PMK Janji Tuntaskan hingga Akar

Keduanya, kata kuasa pemohon, telah menjalin hubungan selama tiga tahun dan berniat untuk melangsungkan pernikahan, namun terpaksa dibatalkan karena berbeda agama atau keyakinan.

"Karena Undang-Undang Perkawinan tidak memberikan ketegasan dan kejelasan pengaturan terhadap dua agama atau kepercayaan berbeda yang hendak melakukan perkawinan," ujar dia.

Selain itu, sambung dia, gagalnya niatan pernikahan kedua belah pihak juga karena adanya intervensi golongan yang diakomodir oleh negara melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

Baca Juga: Isbat Nikah Pemkab Serang Diganjar Penghargaan, Bakal Jadi Percontohan Nasional, Apa Untungnya?

Ia mengatakan pengujian materi atau gugatan UU Perkawinan sejatinya telah dilakukan beberapa kali sebelum pihaknya melayangkan gugatan ke MK.

Halaman:

Editor: Nugroho

Sumber: Antara


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x