Nasib Ketua RT Usai Bubarkan Ibadah Gereja Lampung, Meski Dimaafkan Jemaat GKKD, Tetap Jadi Tersangka

19 Maret 2023, 18:07 WIB
Momen ketika Wawan Kurniawan menerobos masuk ke gereja /

LAMONGAN TODAY - Salah satu kasus intoleransi beragama yang menarik perhatian publik adalah peristiwa pembubaran ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Lampung oleh seorang ketua RT bernama Wawan Kurniawan.

Aksi Wawan yang memaksa masuk ke dalam gereja dan mengusir jemaat yang sedang beribadah sempat viral di media sosial pada Februari lalu.

Wawan diduga melanggar beberapa pasal dalam KUHP terkait penodaan agama, kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan agama, dan memasuki pekarangan orang lain secara paksa.

Pada Kamis (16/03), Polda Lampung resmi menetapkan Wawan sebagai tersangka dan langsung menahannya.

Baca Juga: Denda Untuk Pengusaha Jika Tidak Memberikan THR ke Karyawan, Siap-siap Bisnis atau Usaha Dibekukan

Penetapan status tersangka ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Setara Institute dan Pesatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), yang menganggapnya sebagai preseden baik untuk menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan serta memberikan efek jera bagi kelompok intoleran.

Namun, sebelumnya juga terjadi perdamaian antara Wawan dan jemaat GKKD pada Kamis (23/02). Wawan meminta maaf atas perbuatannya dan dipeluk oleh jemaat sebagai tanda permasalahan sudah selesai.

Lalu, bagaimana sikap hukum terhadap kasus ini setelah adanya perdamaian? Apakah perdamaian tersebut bisa menghapuskan unsur pidana yang dilakukan oleh Wawan?

Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Indriyanto Seno Adji, perdamaian antara pelaku dan korban tidak bisa menghapuskan unsur pidana yang telah dilakukan.

Hal ini karena kasus intoleransi beragama bukan termasuk delik aduan atau delik perseorangan, melainkan delik umum atau delik publik.

Baca Juga: Pengusaha Wajib Memberikan THR ke Karyawan, Segini Besaran dan Aturannya

"Delik umum itu adalah delik yang tidak hanya merugikan individu atau korban tertentu saja tetapi juga merugikan masyarakat luas," kata Indriyanto.

Indriyanto menjelaskan bahwa dalam delik umum, negara memiliki kewenangan untuk menindak pelaku tanpa harus ada pengaduan dari korban. Sebaliknya, dalam delik aduan atau perseorangan, negara hanya bisa menindak pelaku jika ada pengaduan dari korban.

"Jadi kalau ada perdamaian antara pelaku dan korban dalam kasus intoleransi beragama itu tidak bisa menghapuskan unsur pidana yang telah dilakukan oleh pelaku," ujar Indriyanto.**

Editor: Achmad Ronggo

Tags

Terkini

Terpopuler