Lamongan Today – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan kurikulum khusus untuk pembelajaran pada masa darurat.
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno mengungkapkan, berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 telah disebutkan bahwa penuntasan kurikulum tidak diwajibkan.
“Beberapa sekolah yang sebenarnya sudah mengimplementasikan kurikulum mandiri melalui pengurangan dan hanya mengambil materi yang esensial. Inilah yang kami lakukan dalam kurikulum khusus ini,” ujar Totok dalam siaran pers Kemendikbud yang diterima Lamongan Today, Selasa, 11 Agustus 2020.
Namun Totok menyebut kurikulum tersebut bukan paksaan melainkan pilihan. Jadi ada tiga pilihan yang bisa diambil yaitu mengikuti kurikulum biasa atau kurikulum khusus atau kurikulum mandiri.
Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Boleh di Zona Hijau dan Kuning, Sekolah TK Maksimal 5 Anak Didik
Untuk mengurangi risiko hilangnya pengalaman belajar, Kemendikbud juga meluncurkan modul. Kebijakan ini dikeluarkan berdasarkan survei di mana peserta didik jenjang bawah kesulitan belajar mandiri melalui buku teks.
Materi dalam bentuk modul ini mudah dipahami karena berbasis kegiatan. Modul ini disiapkan bagi peserta didik, pendidik dan orang tua agar masing-masing memiliki acuan terutama bagi para orang tua agar tidak mengalami kebingungan dalam mendampingi anak-anak mereka.
Selanjutnya, Totok menerangkan bahwa kegiatan yang terdapat di dalam modul merupakan kegiatan sehari-hari seperti memasak atau berkebun. Totok mempersilakan orang tua untuk mengembangkan kegiatan berdasarkan keseharian yang terinspirasi dari modul tersebut.
Baca Juga: Kemendikbud Minta Perguruan Tinggi Hasilkan Sumber Daya Manusia yang Kreatif untuk Dunia Kerja
Para pendidik, lanjut Totok, perlu melakukan asesmen diagnostik terhadap setiap peserta didik karena capaian setiap anak berbeda. Selain itu ada kesenjangan yang disebabkan beberapa faktor.
“Ada anak yang mengalami kesulitan konektivitas, tidak didampingi orang tua, perbedaan status sosial, dan sebagainya. Oleh karena itu ada risiko anak itu tertinggal. Instrumen asesmen sudah kami sediakan tetapi jika guru mau membuat instrumen sendiri, kami persilakan,” ucap Totok.***