Daryono BMKG Sebut Masyarakat Gagal Paham Soal Gempa Megathrust , Ini Penjelasannya

27 September 2020, 13:00 WIB
Daryono BMKG Sebut Masyarakat Gagal Paham Soal Gempa Megathrust, Ini Penjelasannya /

LAMONGAN TODAY – Belum lama ini Institut Teknologi Bandung menyampaikan hasil riset terkait potensi bencana tsunami yang bisa terjadi di pantai selatan Jawa Barat dan selatan Jawa Timur.

Dalam riset yang disampaikan ITB,diketahui ancaman tsunami di selatan Pulau Jawa bisa mencapai 20 meter di kawasan pantai  Jawa Barat dan 12 meter di selatan Jawa Timur.

Ancaman tsunami itu terjadi karena kawasan selatan Pulau Jawa merupakan zona megathrust.  Riset itu pun telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature.

Kabar mengenai ancaman tsunami itu pun menghebohkan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di kawasan pesisir.

Baca Juga: Harga iPhone XR Anjlok Turun Hingga Hampir Rp 2 Juta, Segera Beli Sebelum Stok Menipis

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono pun menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan Gempa Megathrust melihat banyak warga yang belum memahaminya.

"Gempa megathrust dipahami sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat. Pemahaman seperti ini tentu saja kurang tepat," ungkapnya dalam akun Instagram pribadinya @daryonoBMKG sebagaimana diberitakan Pikiran-rakyat.com pada berita, BMKG Jelaskan Soal Gempa Megathrust dan Tsunami 20 Meter, Banyak Warga yang Salah Paham, Sabtu, 27 September 2020.

Baca Juga: ITB Sebut Terjadi Tsunami Setinggi 20 Meter di Jawa, Ini Reaksi BMKG

Daryono menjelaskan, zona megathrust sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal.

Jalur subduksi lempeng, jelas Daryono, umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng.

Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai 'patahan naik yang besar', yang kini populer disebut sebagai zona megathrust.

Daryono juga menjelaskan, zona megathrust bukanlah hal baru.

Baca Juga: Ahli ITB Bongkar Tsunami 20 Meter Bakal Terjang Selatan Jawa Barat

"Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia," ujarnya.

Ia pun mejelaskan, zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti:

  1. Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba,
  2. Subduksi Banda
  3. Subduksi Lempeng Laut Maluku
  4. Subduksi Sulawesi
  5. Subduksi Lempeng Laut Filipina
  6. Subduksi Utara Papua

Saat ini, lanjut Daryono, segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya.

Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.

Baca Juga: Digencet Aksi 'Berani' AS, Palestina Memohon PBB untuk Segera Akhiri Pendudukan Israel Sepenuhnya

Sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman.

"Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru 'gempa kecil' yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona megathrust dapat memicu gempa besar," tulis Daryono.

Baca Juga: Peringatan Dini! Riset ITB Paparkan Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa Barat

Megathrust Selatan Jawa

Dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust.

Yaitu Segmen Jawa Timur, Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Segmen Banten-Selat Sunda.

"Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7," tulis Daryono.

"Namun demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang 'bergerak' secara simultan maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7," tambahnya

Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu.

Maka dari itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, harus melakukan upaya mitigasi.

"Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas)," tulisnya.

"Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700 zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake)," tambahnya.

Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3).

Sedangkan, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1).

Untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.

Baca Juga: Peringatan Dini! Riset ITB Paparkan Tsunami 20 Meter di Selatan Jawa Barat

Tsunami Selatan Jawa

Daryono menjelaskan, wilayah selatan Jawa sudah berulang kali terjadi tsunami.

"Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, dimana tsunami pernah terjadi diantaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006," tulisnya.

"Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu," tambahnya.

Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami, lanjut Daryono, adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik.

"Sehingga, mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus dihadapi. Apakah dengan kita hidup berdekatan dengan zona megathrust lantas kita selalu dicekam rasa cemas dan takut?," tulisnya.

"Tidak perlu, karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang kongkrit maka kita dapat meminimalkan risiko, sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana," tambahnya.***(Tita Salsabila/Pikiran-rakyat.com/PRMN)

 

Editor: Nita Zuhara Putri

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler