Aktivis Papua Veronika Koman Diminta Kembalikan Beasiswa LPDP, Begini Kronologinya

12 Agustus 2020, 13:09 WIB
Veronika Koman /Facebook Veronika Koman

LAMONGAN TODAY -  Aktivis  pembela   Hak Asasi Manusia Papua Veronika HAM   menyampaikan surat  terbuka terkait permintaan Pemerintah Indonesia agar Veronika mengembalikan beasiswa  dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Veronika menyampaikannya dalam siaran pers terbuka  berjudul ‘Hukuman Finansial terhadap Veronika Koman’ yang diunggah di laman media sosial Facebook Veronika Koman, 11 Agustus 2020.

Siaran pers yang ditulis di Sydney tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia menerapkan hukuman finansial sebagai upaya terbaru untuk menekan Veronika untuk berhenti melakukan advokasi hak asasi manusia (HAM) Papua.

Veronica menyebut, ada upaya kriminalisasi  yang membuat Interpol  mengeluarkan peringatan dan mengancam untuk membatalkan paspornya. 

Baca Juga: Putin Klaim Vaksin Covid-19 Rusia bisa Dipakai di Dunia

“Kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa yang pernah diberikan kepada saya pada September 2016. Adapun jumlah dana yang diminta adalah sebesar IDR 773,876,918,” tulis Veronika seperti yang dikutip Lamongan Today dari unggahannya di Facebook, Rabu, 12 Agustus 2020.

Menurut Veronika, permintaan LPDP  di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) tersebut dibuat berdasarkan klaim bahwa , ia tidak mematuhi ketentuan harus kembali ke Indonesia setelah usai masa studi.

“Kenyataannya, saya kembali ke Indonesia pada September 2018 setelah menyelesaikan program ​Master of Laws ​di ​Australian National University​,” tulis Veronika.

Dalam siaran pers tersebut, Veronika juga menyampaikan fakta jika sejak Oktober 2018 ia telah kembali ke Indonesia. Veronika  mengaku melanjutkan dedikasi  waktunya untuk mengadvokasi HAM, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua) yang berbasis di Jayapura.

Baca Juga: Lowongan Pekerjaan BUMN, Pelindo  III Buka Banyak Posisi Sampai 14 Agustus 2020

“Saya ke Swiss untuk melakukan advokasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret 2019 dan kembali ke Indonesia setelahnya. Saya memberikan bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019,” jelas Veronika.

Setelah ke Swiss,  Veronika mengaku  berkunjung ke Australia dengan menggunakan visa tiga bulan  untuk menghadiri wisuda yang diselenggarakan pada Juli 2019.

Ketika berada di Australia pada Agustus 2019,  Veronika dipanggil oleh kepolisian Indonesia dan ditempatkan dalam daftar pencarian orang (DPO) pada September 2019.

“Pada masa Agustus-September 2019 ini, saya tetap bersuara untuk melawan narasi yang dibuat oleh aparat ketika internet dimatikan di Papua, yakni dengan tetap memposting foto dan video ribuan orang Papua yang masih turun ke jalan mengecam rasisme dan meminta referendum penentuan nasib sendiri,” tulis Veronika.

Menurut Veronika, ia tak hanya mendapatkan ancaman mati dan perkosaan. Namun juga menjadi  sasaran misinformasi online yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi dan dibiayai oleh TNI.

Baca Juga: Selain It’s Okay  To Not Be Okay,  Simak Lima Film yang Dibintangi Kim Soo-Hyun

“Kemenkeu telah mengabaikan fakta bahwa saya telah langsung kembali ke Indonesia usai masa studi, dan mengabaikan pula fakta bahwa saya telah menunjukkan keinginan kembali ke Indonesia apabila tidak sedang mengalami ancaman yang membahayakan keselamatan saya,” ucap dia.

Melalui surat ini,  Veronika meminta kepada Kemenkeu terutama Menteri Sri Mulyani untuk bersikap adil dan berdiri netral dalam melihat persoalan tersebut.

“Sehingga tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukum saya karena kapasitas saya sebagai pengacara publik yang memberikan pembelaan HAM Papua," tulis akun Veronica Koman.

Seperti yang diberitakan Zona Jakarta dalam artikel Disuruh Kembalikan Beasiswa LPDP, Buron Kerusuhan Papua, Veronica Koman: NKRI Harga 773.876.918, Rabu, 12 Agustus 2020,  Veronika  merupakan tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks, terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya pada 17 Agustus 2019.

Polisi menyebut Veronica telah melalukan provokasi di media sosial Twitter, yang ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris dan disebar ke dalam negeri maupun luar negeri, padahal dibuat tanpa fakta yang sebenarnya.

Akibat perbuatan yang dilakukannya, Veronica dijerat dengan pasal berlapis, yakni UU ITE KUHP Pasal 160 KUHP, kemudian UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Suku, Etnis dan Ras.

Baca Juga: Tren Bersepeda Tengah Naik, Berikut Kami Sajikan Harga Sepeda Terbaru

Dilansir dari Antara, Kepolisian Daerah Jawa Timur sendiri sempat menelusuri transaksi keuangan yang ada di rekening tersangka kasus dugaan hoaks Asrama Mahasiswa Papua Surabaya hingga berujung kerusuhan di Papua, Veronica Koman, yang saat ini berada di luar Indonesia.

"Kami sudah mengembangkan juga terkait dengan transaksi keuangan yang masuk dan keluar," ujar Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan kepada wartawan di Mapolda Jatim di Surabaya, Selasa, 10 September 2019.

Veronica diketahui sedang melanjutkan pendidikan S2 hukum karena mendapatkan beasiswa di salah satu negara tetangga Indonesia.

 

Pihaknya mengaku telah berkerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi dan Divhubinter Mabes Polri untuk menelusuri transaksi yang ada di rekening aktivis tersebut.

Tersangka, kata dia, selama mendapat beasiswa sejak tahun 2017 tidak pernah memberikan laporan untuk mempertanggungjawabkan dana yang dia terima.

"Kemarin sudah saya sampaikan, dia punya dua nomor rekening, baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Kami akan koordinasi dengan Divhubinter Mabes Polri untuk mencari tahu dari mana uang yang masuk dan keluar ke mana," ucapnya.(Lusi Nafisa/Zona Jakarta/PRMN)***

 

 

 

 

 

 

Editor: Nita Zuhara Putri

Sumber: Permenpan RB Facebook Bella Irana Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler