CIA Berhasil Bongkar Peristiwa G30S PKI, Bagaimana Sikap Pemerintah Indonesia?

- 22 September 2021, 23:18 WIB
Ilustrasi: Peringatan peristiwa G30S PKI.
Ilustrasi: Peringatan peristiwa G30S PKI. /tangkap layar cagarbudaya.kemdikbud.go.id

LAMONGAN TODAY - Memasuki bulan September, kita pasti ingat bahwa ada salah satu peringatan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tepat ditanggal 30 September nanti akan diperingati G30S PKI atau dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI.

Peristiwa bersejarah ini akan selamanya diingat oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai salah satu momen perjuangan dalam meraih kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa G30S PKI ini bahkan juga dituangkan ke dalam film "G30S/PKI". Untuk mengenang peristiwa besar yang pernah terjadi di Indonesia ini, fillm ini sering diputar dan disaksikan secara bersama-sama oleh masyarakat Indonesia setiap tahun pada 30 September.

Baca Juga: Kapan Hasil Seleksi Kartu Prakerja Diumumkan? Pemerintah Gunakan Cara Ini untuk Penentuan Lolos

Peristiwa mengerikan yang terjadi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober tahun 1965 silam, diketahui menjadi momen pembantaian tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang yang dibunuh.

Pembunuhan itu dilakukan hanya dalam waktu satu malam, kemudian jasad mereka dibuang ke lubang buaya dalam waktu yang hampir bersamaan.

Kisah G30S PKI yang menjadi sebuah pertempuran berdarah sampai saat ini masih menjadi kisah pertempuran yang penuh misteri.

Baca Juga: Sosok Inilah yang Blak-blakan Pacar Rey Bong yang Bukan Sandrinna Michelle, Bikin Shock

Bahkan ada beberapa fakta mengejutkan dari peristiwa G30S PKI ini yang berhasil diungkap oleh Badan Intelejen Luar Negeri Amerika Serikat (CIA). Berdasarkan laporan dari Badan Intelejen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan jika ada beberapa data rahasia dari peristiwa berdarah itu.

CIA memberanikan diri untuk membuka arsip memo singkat harian untuk presiden (PDB) periode 1961-1965, sebagaimana dikutip dari laman Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-66.

Arsip-arsip tersebut diketahui berkaitan dengan upaya kudeta di Indonesia. Dari arsip tersebut memperlihatkan jika terdapat belasan ribu halaman memo harian CIA yang merujuk UU dengan status rahasia negaranya telah kedaluwarsa.

Baca Juga: Pesona Luan Luan Gaming yang Pikat Pengguna ML dengan Tato Di Tangannya, Simak Profilnya

Salah satu fakta utama dari Gerakan 30 September di Jakarta itu diungkapkan seperti teori beberapa akademisi, salah satunya John Roosa. Sebagaimana diberitakan KabarLumajang.com pada artikel "Inilah Fakta Peristiwa G30S PKI yang Berhasil Diungkap Oleh CIA", dalam memo-memo itu, intelijen AS melaporkan bahwa aktor utama konflik adalah faksi militer pimpinan Soeharto serta perwira yang loyal pada PKI.

Sementara merujuk dalam salah satu paragraf memo tentang Gestok 1965, CIA menyatakan bahwa saat itu Partai Komunis bersiap bentrok dengan tentara dalam beberapa hari mendatang. Sebaliknya, faksi di militer terus mencari celah melemahkan kekuatan PKI.

Dari sini , CIA berusaha untuk memberi rekomendasi Presiden Lyndon B. Johnson agar menunggu pemenang pertarungan politik yang nantinya melapangkan jalan bagi Orde Baru itu.

Baca Juga: Tak Sebentar, Perjalanan Asmara Eva Celia dan Demas Narawangsa Bertahun-tahun Rasakan Pahit-Manisnya Asmara

Situasi Indonesia kala itu masih sangat membingungkan. Tidak ada hasil yang pasti untuk perubahan politik. Belum ada jawaban tentang adakah peran Soekarno di dalamnya. Dua pihak yang bergerak sama-sama mengklaim setia kepada presiden.

Namun sayangnya, catatan dari memo tersebut sebagian tetap disensor dengan cara kalimat tertentu distabilo putih agar tidak terlalu mudah diakses publik. Beberapa sejarawan meyakini peristiwa 30 September 1965 adalah manuver politik terkait perang dingin. Teori keterlibatan Amerika Serikat itu setidaknya diulas oleh sejarawan Petrik Matanasi, penulis buku, ‘Tjakrabirawa’.

Sasaran penculikan dalam peristiwa tersebut adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Dari sini , kelompok G30S meyakini Amerika sedang berusaha mengobok-obok Indonesia. Para jenderal yang diculik sebagian besar adalah tokoh penting yang menentukan arah perkembangan Angkatan Darat.

Baca Juga: Tes Psikologi: Pilih Satu Diantara Coretan Ini, Temukan Hal yang Paling Buat Anda Khawatir Saat Ini

Kolonel Untung, aktor utama G30S, menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno dan dekat dengan Amerika Serikat.

Dalam penjelasan Petrik, sekitar pukul 02.00 dini hari pada 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dul Arif juga sempat menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno. Itulah kenapa jika para Jenderal itu perlu ditangkap demi bisa menyelamatkan Presiden Soekarno. Skenario ini ternyata dipahami oleh semua anggota pasukan. Pasukan tersebut percaya dan tidak lama kemudian mereka malah diserang balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin Kostrad.

Baca Juga: Spoiler Ikatan Cinta Rabu 22 September 2021: Al Temukan Keberadaan Jessica dari Neneng, Mama Rosa Kena Teror

Hingga drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de facto menguasai pemerintahan.

Tragedi 1965 berakhir menyedihkan karena setidaknya satu juta warga sipil di berbagai provinsi yang dituding anggota atau bersimpati pada PKI, dianggap mendukung G30S dan dibantai dalam periode 18 bulan saja. Kini, negera telah menjunjung tinggi HAM agar peristiwa berdarah seperti G30S PKI tidak terulang kembali.

Kolonel Untung, aktor utama G30S, menganggap jenderal-jenderal seperti Ahmad Yani tidak loyal kepada Bung Karno dan dekat dengan Amerika Serikat.

Baca Juga: Rey Bong Buka Suara Hubungannya dengan Sandrinna Michelle, Ada Nama Talita

Dalam penjelasan Petrik, sekitar pukul 02.00 dini hari pada 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dul Arif juga sempat menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno. Itulah kenapa jika para Jenderal itu perlu ditangkap demi bisa menyelamatkan Presiden Soekarno.

Skenario ini ternyata dipahami oleh semua anggota pasukan. Pasukan tersebut percaya dan tidak lama kemudian mereka malah diserang balik oleh komando militer di bawah pimpinan Soeharto, sebagai pemimpin Kostrad.

Hingga drama penculikan jenderal berakhir, Soeharto secara de facto menguasai pemerintahan.

Tragedi 1965 berakhir menyedihkan karena setidaknya satu juta warga sipil di berbagai provinsi yang dituding anggota atau bersimpati pada PKI, dianggap mendukung G30S dan dibantai dalam periode 18 bulan saja. Kini, negera telah menjunjung tinggi HAM agar peristiwa berdarah seperti G30S PKI tidak terulang kembali.***(Kabar Lumajang/Joko)

Editor: Nugroho

Sumber: Kabar Lumajang


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x