Bahaya! Website Milik Donald Trump Kena Hack, Siapakah Pelakunya?

28 Oktober 2020, 15:15 WIB
Situs web kampanye salah satu calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump, diretas /

LAMONGAN TODAY - Situs web kampanye Presiden Trump diambil alih oleh peretas pada malam Selasa, 27 Oktober 2020.

Dikutip Lamongan Today dari The New York Times, peretasan situs berlangsung kurang dari 30 menit. Namun, insiden itu terjadi ketika kampanye Trump dan lawannya, Joseph R. Biden Jr., telah bersiaga tinggi menghadapi gangguan digital. Badan penegakan hukum dan intelijen juga telah bersiap menghadapi pemilihan minggu depan.

Baca Juga: Breaking News : Blitar Diguncang Gempa Magnitudo 4.6, Terasa hingga Pacitan dan Malang

Dalam sebuah pernyataan, Juru Bicara Kampanye Trump Tim Murtaugh mengonfirmasi hal tersebut. Ia mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan otoritas penegak hukum untuk menyelidiki sumber serangan itu. 

“Tidak ada paparan data sensitif karena tidak ada yang benar-benar disimpan di situs. Situs web telah dipulihkan,” tambah Murtaugh dalam penyataan yang dikutip Lamongan Today dari The New York Times. 

Baca Juga: BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca di Jawa Timur, Sejumlah Wilayah Ini Hujan Lebat Angin Kencang

Biro Investigasi Federal (FBI) belum mengomentari insiden tersebut. Kejadian ini pertama kali dilaporkan oleh Gabriel Lorenzo Greschler, seorang jurnalis di Jewish News of Northern California melalui akun Twitter pribadinya. Saat itu, ia sedang meneliti sebuah artikel tentang perubahan iklim.

Belum ada kejelasan peretasan itu merupakan pekerjaan peretas asing atau penjahat dunia maya. Namun, dalam screed yang diunggah ke situs donaldjtrump.com, para peretas mengklaim telah menyusupi "beberapa perangkat". Perangkat tersebut memberi mereka akses ke "percakapan paling internal dan rahasia" presiden dan kerabatnya, termasuk informasi rahasia.

Baca Juga: Daftar Harga HP Realme 1 Jutaan Akhir Oktober : realme C11, realme C3, realme C15

Para peretas juga menuduh pemerintahan Trump, memiliki andil dalam asal-usul virus corona. Tanpa bukti, mereka mengatakan pemerintah telah bekerja sama dengan "aktor asing yang memanipulasi pemilu 2020".

Nampaknya, para peretas ingin menghasilkan cryptocurrency. Mereka mengundang pengunjung untuk menyumbangkan mata uang kripto ke salah satu dari dua dana. 

Baca Juga: Daftar Harga HP Realme 1 Jutaan Akhir Oktober : realme C11, realme C3, realme C15

Kedua label tersebut bertuliskan "Ya, bagikan data," dan "Tidak, Jangan bagikan data" Mereka meminta pembayaran dalam Monero, mata uang kripto yang sulit dilacak.

"Setelah tenggat waktu, kami akan membandingkan dana dan melaksanakan kehendak dunia," tulis mereka, tanpa menyebutkan tenggat waktu secara pasti. 

Baca Juga: 20.788.320 Jiwa Belum Punya KTP-el Jelang Pilkada 2020, Bagaimana dengan Pilpres 2024?

Para peretas juga mengunggah kunci enkripsi mereka. Seolah-olah, informasi apa pun yang mereka posting berasal dari mereka. Kuncinya terkait dengan alamat email yang tidak terlacak di situs pencarian manapun.

Peretasan ini tampaknya menjadi bagian dari penipuan cryptocurrency biasanya. Meskipun begitu, insiden ini turut mendesak keadaan sebelum pemilihan minggu depan. 

Baca Juga: Mobil Lawas Siap di Gas, Harga dan Spesifikasi 5 Mobil Tahun '90-an, Ada Toyota, Suzuki, Honda

Pakar keamanan siber mengatakan, peretasan dapat dilakukan dengan menipu administrator situs web agar menyerahkan kredensial mereka. Hal ini dikenal sebagai serangan phishing. Selain itu, bisa juga dengan mengarahkan situs web kampanye ke server peretas itu sendiri.

Badan intelijen telah memantau kelompok peretas, termasuk tim yang didukung oleh Iran dan Rusia. Beberapa pekan terakhir, tim tersebut mencoba masuk ke sistem terkait pemilu dan telah terlibat dalam operasi tersebut.

Baca Juga: Daftar Pemenang Penghargaan 'Korean Popular Cultural & Art' 2020

Pekan lalu, Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe mengatakan Iran dan Rusia bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Kedua negara bertanggung jawab atas disinformasi dan beberapa gangguan terbatas ke dalam basis data pendaftaran pemilih.

Ia menyebutkan perihal email yang mengancam. Peretas mengatasnamakan kelompok sayap kanan Proud Boys sebagai pengirim. Kemudian, peretas mengirimkannya ke pemilih di Florida dan wilayah lainnya. 

Namun, email tersebut mengandalkan informasi yang tersedia untuk umum tanpa perlu peretasan. Sama halnya dengan peretasan situs Trump, kalimat dalam email ditulis dengan bahasa Inggris yang keliru.

Baca Juga: Bikin Penasaran, Siapakah Sosok Perempuan Misterius Elizabeth yang Disebut V BTS dalam “Black Swan”?

“Tidak ada yang diretas. Untuk diretas, Anda membutuhkan seseorang dengan IQ 197  dan dia membutuhkan sekitar 15 persen dari sandi Anda, ” ucap Trump minggu lalu pada rapat umum kampanye di Tucson, Arizona.***

Editor: Furqon Ramadhan

Sumber: New York Times

Tags

Terkini

Terpopuler