Kata 'Dajjal' yang Diucapkan TikTokers Bima Yudho Tidak Mengandung SARA, Akhirnya Bebas?

18 April 2023, 19:48 WIB
Bima Yudho, Awbimax, mengungkapkan bahwa keluarganya kini mendapat ancaman dari berbagai pihak. //Instagram @awbimax

LAMONGAN TODAY - Pada bulan April 2023, sebuah kasus yang menimbulkan kontroversi di media sosial terjadi di Provinsi Lampung.

Seorang pengguna TikTok bernama Bima Yudho Saputro atau Awbimax mengunggah video yang mengkritik pemerintah provinsi tersebut dengan menggunakan kata "Dajjal".

Video ini kemudian dilaporkan oleh seorang pengacara yang diketahui merupakan kuasa hukum Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Pelapor menuduh Bima melakukan ujaran kebencian yang mengandung unsur SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).

Namun, setelah melakukan penyelidikan, Polda Lampung memutuskan untuk menghentikan kasus ini karena tidak menemukan unsur pidana dalam perbuatan Bima.

 

Keputusan ini didasarkan pada hasil klarifikasi dari enam saksi, termasuk tiga saksi ahli dan tiga saksi masyarakat. Selain itu, Polda Lampung juga melakukan forum gelar perkara untuk menilai alat bukti yang ada.

Menurut pendapat ahli, kata "Dajjal" yang diucapkan Bima merupakan kata benda dan tidak merujuk pada SARA tertentu. Kata ini juga tidak ditemukan memiliki makna yang dapat menimbulkan rasa benci atau permusuhan berdasarkan SARA.

Oleh karena itu, kasus ini tidak memenuhi unsur Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Penghentian kasus ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk aktivis demokrasi, anggota DPR, hingga Menkopolhukam Mahfud MD.

Mereka menilai bahwa kritik yang disampaikan Bima merupakan hak konstitusional warga negara dan tidak perlu ditindaklanjuti dengan proses hukum. Mereka juga mengingatkan bahwa pemerintah harus lebih terbuka dan responsif terhadap aspirasi dan pengingat dari rakyat.

Kasus ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi di media sosial masih rentan terhadap intimidasi dan kriminalisasi. Padahal, media sosial dapat menjadi sarana untuk menyuarakan aspirasi dan kritik yang konstruktif bagi pembangunan bangsa.

Oleh karena itu, perlu ada perlindungan hukum yang kuat bagi para pengguna media sosial agar mereka tidak takut untuk menyampaikan pendapatnya. Selain itu, perlu ada kesadaran dari pihak-pihak yang berwenang untuk tidak menyalahgunakan kewenangannya dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan media sosial.**

Editor: Achmad Ronggo

Tags

Terkini

Terpopuler