Indonesia Diambang Resesi, Ini Saran Guru Besar IPB

10 Agustus 2020, 16:58 WIB
Ilustrasi resesi / Pixabay /

 

 

 

LAMONGAN TODAY –  Pandemi Covid-19 membuat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara termasuk di Indonesia  terus melemah. Jika tidak kunjung diantisipasi, Indonesia terancam masuk jurang resesi.

Sejak meruaknya pandemi COVID-19 bulan Maret lalu, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi ke level -5.32 persen pada Triwulan 2 tahun 2020 atau anjlok 8.29 poin persentase dari level 2.97 di triwulan sebelumnya (Triwulan 1 tahun 2020). 

Meskipun demikian, kondisi ini belum bisa disebut resesi karena per definisi, resesi adalah kondisi pertumbuhan ekonomi bernilai minus selama dua triwulan berturut-turut atau lebih. Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia baru sekali minus yaitu pada triwulan kedua tahun 2020.

“Kalau di Triwulan 3 tahun 2020 nanti pertumbuhan ekonomi kontraksi lagi, barulah perekonomian Indonesia bisa disebut mengalami resesi,”  ujar Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Prof  Hermanto Siregar  dalam siaran pers yang diterima Lamongan Today, Senin, 10 Agustus 2020.

Kontraksi ekonomi yang terjadi pada Triwulan 2 tahun 2020 disebabkan oleh banyak faktor. Dari sisi pengeluaran, seluruh komponen pengeluaran yaitu konsumsi masyarakat, investasi, ekspor, konsumsi pemerintah, konsumsi lembaga nonpemerintah dan impor mengalami penurunan. Sementara, dari sisi produksi, sektor transportasi dan pergudangan serta sektor akomodasi dan makanan minuman mengalami kontraksi yang paling dalam.

“Sektor terbesar yaitu industri terkontraksi -6.19 persen. Kontraksi terparah terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan (-30.84 persen) serta sektor akomodasi dan makanan minuman (-22.02 persen). Ketiga sektor ini berpangsa 25.7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Sulit ketiga sektor ini untuk pulih di Triwulan 3 karena dalamnya kontraksi tersebut,” tutur Prof Hermanto.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor perdagangan yang merupakan sektor terbesar ketiga terkontraksi -7.57 persen di Triwulan dua. Sementara itu, ada tiga sektor yang masih tumbuh positif yaitu infokom bertumbuh 10.88 persen, pertanian 2.19 persen dan jasa keuangan (termasuk perbankan) tumbuh 1.03 persen. 

“Memperhatikan semua ini, untuk mencegah kontraksi yang lebih dalam di 2020 Triwulan 3, pertanian harus digenjot dan konsumsi pemerintah harus ditingkatkan,” tambah Hermanto.

Menurut Hermanto, sektor pertanian mengalami pertumbuhan karena cukup baiknya panen padi, jagung, kedelai dan hortikultura. Terkait upaya menggenjot sektor pertanian, Hermanto menyarankan supaya pemerintah berfokus pada optimalisasi sumberdaya pertanian yang sudah dimiliki petani, khususnya lahan pertanian.

“Utamakan program untuk petani yaitu optimalisasi pemanfaatan lahan milik petani terlebih dahulu, bukan pembukaan lahan baru yang kurang melibatkan petani. Untuk tanaman pangan dan hortikultura, petani ini kuncinya. Tanpa memajukan petani, ya pertanian tidak bisa maju,” jelas Hermanto.

Selain optimisasi pemanfaatan lahan petani, ia menekankan supaya peran penyuluh maupun pendamping pertanian ditingkatkan. Menurut Hermanto, hal ini penting dilakukan karena petani perlu pendamping profesional yang dengan cepat dapat mendiseminasi teknologi pertanian dan digital kepada para petani. Tidak hanya itu, di era pandemi ini input pertanian seperti pupuk, benih yang berkualitas dan permodalan pertanian juga harus ditingkatkan. 

“Pemerintah harus memastikan ketersediaan pupuk bersubsidi dan benih yang berkualitas. Bantuan atau akses modal bagi petani juga perlu ditingkatkan karena petani memerlukan modal besar untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertaniannya,” terang  Hermanto. 

Terkait minimnya tenaga pendamping maupun penyuluh pertanian di daerah, Prof Hermanto menghimbau pemerintah daerah untuk menggandeng perguruan tinggi yang ada di daerahnya. Menurut Hermanto, upaya tersebut akan disambut baik oleh Perguruan Tinggi yang dosen-dosennya memang berkepentingan juga untuk melaksanakan darma pengabdian kepada masyarakat.

“Dosen-dosen pertanian tentu memiliki kemampuan untuk memberikan penyuluhan pertanian atau mendampingi petani,” ucap Hermanto.

Sementara itu, untuk pemasaran produk pertanian, Prof Hermanto menyarankan di era pandemi ini pemerintah daerah untuk ikut membeli produk-produk pertanian yang dihasilkan oleh petani lokal. Pemerintah daerah diminta lebih peduli lagi dengan pemasaran pertanian.

“Pemda bisa bekerjasama dengan industri atau swasta untuk membeli hasil-hasil pertanian langsung dari petani, kemudian dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Dengan cara ini para petani terhindar dari kerugian akibat anjlognya harga, bahkan dapat memperoleh laba yang wajar yang memang sangat dibutuhkan di era pandemi yang masih penuh dengan ketidakpastian ini,” terang Prof Hermanto. ***

Editor: Nita Zuhara Putri

Tags

Terkini

Terpopuler